ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia menjadi tuan rumah The 58th Coordinating Committee for Geoscience Programmes in East and Southeast Asia (CCOP) Annual Session (58AS) dan 79th Steering Committee Meeting, yang akan membahas tema “Geoscience for Energy Transition in East and South East Asia” di Bandung, Jawa Barat.
Gelaran ini akan menjadi ajang bertukar pikiran dan pengalaman antara ahli geologi dan para pemangku kepentingan, juga meningkatkan kerja sama pada sektor energi baru, mineral kritis, kebencanaan geologi, dan geologi urban.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, mengatakan, perubahan iklim adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh dunia saat ini. Maka para negara anggota CCOP memiliki tanggung jawab untuk meminimalisasi dampak perubahan iklim.
Arifin mengajak negara anggota CCOP untuk konsisten dengan tujuan Paris Agreement untuk membatasi rata-rata kenaikan suhu global di bawah 2 derajat celcius, dan menargetkan 1,5 derajat celcius, dibandingkan tingkat pra-industri.
“Geosains meliputi berbagai aspek kehidupan, termasuk manusia dan interaksinya dengan bumi. Kita harus memajukan geosains untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan, sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), Sendai Framework, dan Paris Agreement. Tujuan SDG-7 adalah membahas kebutuhan energi untuk pembangunan berkelanjutan dan kerangka memastikan akses kepada energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern untuk semua,” ujar Arifin, Senin (10/10/2022).
Sebagai salah satu upaya untuk mencapai energi bersih, sesuai dengan mandat SDG-7 tersebut, Pemerintah Indonesia terus mengembangkan energi baru, sebagai pendorong utama transisi energi untuk mesa depan yang berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan iklim.
Arifin juga menuturkan, bahwa Presidensi G20 Indonesia telah menetapkan tiga area prioritas transisi energi, yakni mengamankan aksesibitas energi, meningkatkan teknologi energi yang cerdas dan bersih, dan memajukan pembiayaan energi.
“Pada September 2022 lalu, The Energy Transitions Ministerial Meeting (ETMM) telah mencapai kesepakatan, yakni Bali COMPACT, yang terdiri dari sembilan prinsip sukarela untuk mempercepat transisi energi yang bersih, berkelanjutan, adil, terjangkau, dan inklusif, untuk memastikan transisi energi yang lancar dan efektif, sesuai dengan keadaan dan prioritas nasional masing-masing negara G20,” jelasnya.
Indonesia juga telah menetapkan peta jalan transisi energi untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Dengan peta jalan ini, ditargetkan pembangunan 700 GigaWatt (GW) energi baru pada bauran energi, yang berasal dari energi matahari, air, angin, laut, biomassa, dan panas bumi, juga hidrogen dan energi nuklir.
Selain itu, untuk mendukung transisi energi, mineral-mineral kritis juga diperlukan untuk mendukung pengaplikasian energi baru dan teknologi bersih.
“Untuk mendukung transisi energi, mineral kritis diperlukan dalam mengaplikasikan energi baru dan teknologi bersih, seperti turbin angin, panel surya, dan teknologi maju lainnya. Permintaan untuk mineral-mineral kritis ini akan tumbuh pesat sejalan dengan cepatnya transisi energi, juga menentukan prospek transformasi energi yang aman dan cepat,” ujar Arifin.
Arifin juga mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia memprioritaskan untuk meningkatkan nilai tambah mineral. Mineral nikel, sebagai raw material akan dimanfaatkan untuk memproduksi baterai dan penyimpanan, serta logam tanah jarang akan digunakan sebagai komponen pada turbin angin, kendaraan listrik, dan bola lampu neon hemat energi.
Lebih jauh lagi, geosains juga sangat dibutuhkan sebagai alat untuk mengidentifikasi risiko geologi yang berkaitan dengan pembangunan urban sebuah kota. Pertumbuhan kota urban yang sangat cepat dapat menyebabkan bencana geologi karena pembangunan infrastruktur yang masif.
“Kita harus menyediakan studi geologis, yang dapat menjadi referensi bagi para pemangku kepentingan untuk memformulasikan rencana strategis bagi pembangunan urban. Studi geologis ini dapat menyajikan data dasar untuk tata ruang dan pembangunan urban, menyediakan materi masukan dan evaluasi untuk perencanaan tata ruang, khususnya yang berkaitan dengan aspek kegeologian,” tandas Arifin.
Sebagai informasi, Annual Session dan Steering Committee Meeting CCOP diselenggarakan setiap tahun untuk menetapkan kebijakan dan prinsip yang akan mengatur pelaksanaan program-program geosains yang telah dilaksanakan oleh masing-masing negara anggota dalam rangka menyusun rencana kerja tahun berikutnya sesuai dengan isu strategis geosain yang berkembang khusus di Asia Timur dan Asia Tenggara maupun dalam lingkup global.
CCOP 58th Annual Session yang diselenggarakan pada tanggal 9 sampai dengan 13 Oktober 2022 ini akan membahas tema “Geoscience for Energy Transition in East and South East Asia” yang dibagi menjadi 3 sub-tema sebagai berikut: Renewable and Mixed Energy: Sustainable Development, Critical Mineral: Exploration and Discovery, Geohazard and Urban Geology : Management and Planning.
Pembahasan ini diharapkan menghasilkan rumusan mengenai upaya-upaya bersama untuk meningkatkan penggunaan sumber energi alternatif selain energi fosil.
Saat ini CCOP terdiri atas 16 Member Countries yang terdiri atas Brunei Darussalam, Kamboja, China, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Laos, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Papua New Guinea, Philippina, Singapura, Thailand, Timor-Leste dan Vietnam. Selain itu CCOP juga didukung oleh 14 negara Cooperating Countries yang terdiri atas Australia, Belgia, Kanada, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Belanda, Norwegia, Polandia, Russia, Swedia, Inggris, dan Amerika Serikat. (ATN)
Discussion about this post