ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kerja Sama Indonesia dan Jepang kini merambah sektor keuangan.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan Jepang Taro Aso telah menyepakati pembentukan kerangka kerja sama untuk mendorong penggunaan mata uang lokal. Kesepakatan tersebut dituangkan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman yang dilakukan di Tokyo, Jepang, Kamis (5/12/2019).
“Kesepakatan pembentukan kerangka kerja sama ini guna penyelesaian perdagangan bilateral dan investasi langsung (local currency settlement),” demikian keterangan tertulis Bank Indonesia yang disitat, Jumat (6/12/2019).
Upaya dan inisiatif yang dilakukan Kementerian Keuangan Jepang dan Bank Indonesia untuk mendorong penggunaan mata uang lokal antara lain, penggunaan kuotasi nilai tukar secara langsung dan perdagangan antarbank antara mata uang yen dan rupiah.
“Kerja sama ini akan diperkuat melalui sharing informasi dan diskusi secara berkala antara otoritas Jepang dan Indonesia,” jelas Bank Indonesia.
Kolaborasi antara Kementerian Keuangan Jepang dan Bank Indonesia ini menandai tonggak penting dalam memperkuat kerja sama keuangan bilateral. Otoritas kedua negara memandang hal tersebut akan berkontribusi positif dalam mendorong penggunaan mata uang lokal untuk penyelesaian perdagangan dan investasi langsung antara kedua negara.
Local Currency Statement (LCS) framework merupakan penyelesaian transaksi perdagangan antara dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara dengan setelmen transaksinya dilakukan di dalam yurisdiksi wilayah negara masing-masing.
Sebelum dengan Jepang, Bank Indonesia telah melaksanakan kerja sama penggunaan mata uang lokal dengan Bank Negara Malaysia (BNM), Bangko Sentral ng Pilipinas, dan Bank of Thailand. Bahkan keempat bank sentral tersebut memungkinkan untuk membentuk LCS framework di antara keempat negara.
Komitmen tersebut merupakan rangkaian pencapaian atas penandatanganan dua nota kesepahaman antara BI-BNM dan BI-Bank of Thailand. Langkah itu untuk mendorong penyelesaian transaksi perdagangan bilateral menggunakan mata uang lokal masing-masing negara pada 2016.
Sejak 2016, terdapat peningkatan penggunaan mata uang lokal untuk penyelesaian transaksi perdagangan bilateral, seiring dengan penurunan marjin kurs valuta asing.
Total transaksi perdagangan melalui LCS terus menunjukkan peningkatan. Pada triwulan I-2019, total transaksi perdagangan melalui LCS menggunakan Baht (THB) mencapai USD13 juta atau setara Rp185 miliar, meningkat dibandingkan dengan periode yang sama di 2018 sebesar USD7 juta atau setara Rp96 miliar.
Sementara untuk transaksi LCS menggunakan Ringgit (MYR) mencapai USD70 juta atau setara Rp1 triliun, meningkat dibandingkan dengan periode yang sama di2018 sebesar USD6 juta setara Rp83 miliar. Kerja sama tersebut akan memberikan manfaat bagi pelaku usaha melalui pengurangan biaya transaksi dan peningkatan efisiensi dalam settlement perdagangan.
Selain itu, hal tersebut juga akan memberikan lebih banyak opsi bagi pelaku usaha dalam memilih mata uang untuk settlement transaksi perdagangan, sehingga mengurangi risiko nilai tukar terutama di tengah kondisi pasar keuangan global saat ini yang masih bergejolak. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post