ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia masih kesulitan dalam mengolah nikel menjadi produk baterai kendaraan listrik siap pakai.
Padahal, Indonesia menjadi salah satu penghasil nikel paling banyak di dunia bahkan mengalahkan Rusia.
Hal itu terungkap dalam forum webinar hasil kerja sama Mahagana Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dengan Adidaya Initiative.
“Sebuah keuntungan bagi Indonesia mengingat 51 persen produksi baterai merupakan katoda yang dapat berupa Nikel,” kata Sekretaris Adidaya Intiative, Naufal Hanif Hawari, ST., dikutip dari laman ITS, Senin (29/8/2022).
Berdasarkan data 2019, produksi nikel di Indonesia masih diperuntukkan untuk produksi baja anti karat, sedangkan produksi baterai belum dilakukan.
“Untuk produksi baterai, Indonesia baru membangun smelter nikel di daerah Gresik, Jawa Timur yang diperkirakan menjadi yang terbesar di dunia,” katanya.
Adapun salah satu permasalahan utama terkait produksi nikel untuk baterai di Indonesia adalah cara pemurnian yang berbeda dengan produksi baja anti karat.
Pemurnian nikel yang dibutuhkan untuk menjadi bahan baku pembuatan baterai mencapai 99,9 persen atau nikel murni.
“Nikel yang ada di Indonesia adalah laterit yang letaknya dangkal sehingga mudah ditambang tetapi mengandung banyak kandungan lain sehingga sulit dimurnikan,” imbuh Naufal.
Padahal, metode yang perlu dilakukan untuk pemurnian tersebut adalah High-pressure Acid Leaching (HPAL).
Ia mengatakan, proses ini dilakukan menggunakan tekanan tinggi dan mineral dicuci dengan asam sulfat secara kimiawi.
“Metode ini tidak mudah, diperlukan energi listrik dan sumber daya lain yang sangat banyak, seperti asam sulfat hingga 100 ton perharinya,” jelasnya.
Naufal juga menjelaskan, Indonesia Battery Corporation (IBC) sendiri membagi 3 tahap utama dalam produksi baterai Li-Ion di Indonesia.
1. Tahap pertama berfokus pada pembangunan pabrik.
2. Tahap kedua berfokus pada produksi untuk skala domestik.
3. Tahap terakhir berfokus pada produksi untuk skala global dan daur ulang.
“Daur ulang ini yang sering terlupakan padahal sangat penting perannya, Indonesia pun harus bisa melakukannya,” jelas Naufal.
Karenanya, ke depannya Indonesia akan menghadapi pasar nikel yang sangat besar karena kebutuhannya sangat banyak terlebih Indonesia termasuk penyedia nikel terbanyak.
“Kita berharap nilai ekonomi nikel Indonesia dapat menjadi lebih tinggi tidak seperti sekarang yang hanya sebatas baja anti karat saja,” imbuhnya. (ATN)
Discussion about this post