ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi merespons tindakan Jepang terkait pembuangan limbah nuklir Fukushima, ke Samudra Pasifik, pada 24 Agustus 2023 lalu.
Menlu Retno menekankan dua hal utama terkait pembuangan limbah nuklir.
“Ada dua kunci untuk Fukushima yaitu satu masalah transparansi dari prosesnya, dua dari sisi monitoringnya. Posisi Indonesia terkait Fukushima akan bekerja sama dengan IAE (Badan Atom Internasional) terkait transparansi dan monitoring.” Kata Retno Marsudi, Kamis (31/8/2023).
Jepang mengatakan, air limbah Fukushima tersebut rencananya akan dilepaskan dalam waktu 30 tahun setelah disaring dan diencerkan sehingga Jepang mengklaim aman setelah melalui penyaringan untuk menghilangkan zat radioaktifnya.
Namun, air limbah itu tidak sepenuhnya terbebas dari zat radioaktif karena masih mengandung tritium dan karbon-14-isotop radioaktif hidrogen dan karbon yang tidak mudah dihilangkan dari air.
Para ahli mengatakan, zat tersebut tidak berbahaya kecuali jika dikonsumsi dalam jumlah besar.
Hal tersebut yang disebut oleh Menlu Retno, yaitu Indonesia akan kerja sama dengan IAE untuk mengawasi mengenai klaim keamanan air limbah Fukushima yang dikatakan Jepang.
Diketahui, Jepang dalam sepekan kemarin membuat geger beberapa negara tetangganya di Asia lantaran memutuskan untuk mulai membuang air limbah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima ke Samudra Pasifik.
Keputusan tersebut telah disampaikan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida yang telah mengunjungi operator PLTN, Tokyo Electric Power (Tepco) untuk mempersiapkan pembuangan air limbah. Kurang lebih sebanyak 1,34 juta ton air limbah nuklir yang sudah disimpan beberapa dekade itu akan di buang ke laut.
Mendengar kabar tersebut, sejumlah negara yang posisinya dekat dengan Jepang seperti China dan Korea Selatan melakukan protes besar-besaran mengenai kebijakan Jepang tersebut.
China bahkan bereaksi keras karena memiliki kekhawatiran dampak nuklir terhadap ekosistem laut. Wilayah China seperti Hong Kong dan Makau memutuskan untuk melakukan kontrol terkait impor makanan laut dari Jepang karena dikhawatirkan masyarakatnya memakan ikan laut yang tercemar akibat limbah Jepang. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post