ASIATODAY.ID, JAKARTA – Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi menyoroti maraknya kejahatan lintas negara dan perdagangan manusia di masa pandemi Covid-19.
Menlu Retno mengungkapkan hal itu dalam pidatonya pada acara Peringatan 20 tahun Konvensi PBB Melawan Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United Nations Convention against Transnational Organized Crime / UNTOC) yang diselenggarakan secara virtual dari Markas Besar PBB di New York, Jumat (13/11/2020).
“Di tengah pandemi, kejahatan terorganisir terus terjadi bahkan dalam aspek kesehatan seperti pemalsuan obat dan serangan siber terhadap infrastruktur kesehatan vital,” tegas Retno, dikutip dari siaran pers Kemlu, Sabtu (14/11/2020).
Peringatan ini juga dihadiri oleh Sekjen PBB, Antonio Guterres, Presiden Majelis Umum PBB, Volkan Bozkir, dan Direktur Eksekutif UNODC, Ghada Waly.
Untuk menghadapi tantangan kejahatan lintas negara yang terorganisir ini, Menlu RI menyampaikan 3 hal;
Pertama, tidak ada solusi one-size fits all yang dapat mengatasi seluruh tipe kejahatan teroganisir. Menlu Rento menekankan bahwa karakterisktik kejahatan lintas negara terorganisir cenderung berbeda dari satu negara dan negara lainnya, sehingga pendekatan yang diambilpun harus bersifat situasional.
Kedua, pentingnya membangun dan memelihara kerja sama antar negara secara global.
“Tidak ada satu negarapun yang dapat mengatasi masalah ini sendirian, tidak sebelumnya dan tidak dalam masa pandemi COVID-19 ini” jelas Menlu Rento.
Secara khusus, Menlu Retno juga menyinggung masalah pengungsi etnis Rohingya sebagai bentuk kejahatan penyelundupan dan perdagangan manusia terorganisir di kawasan.
Indonesia saat ini menampung lebih dari 900 orang yang telah menjadi korban perdagangan manusia dan terlantar di laut lepas.
Indonesia kembali menekankan pentingnya penyelesaian masalah Rohingya dari akar masalahnya melalui repatriasi secara suka rela, aman dan bermartabat.
“Bagi Indonesia, Myanmar adalah rumah bagi pengungsi Rohingya,” imbuhnya.
Ketiga, pendekatan dan solusi yang diambil harus terus mengalami penyesuaian sesuai dengan karakteristik kejahatan.
Dalam hal ini, Menlu Rento menekankan kembali pentingnya adaptasi terus menerus agar UNTOC tetap selalu relevan dalam mengatasi kejahatan lintas negara teroganisir baik pada masa sekarang dan di masa yang akan datang.
Konvensi PBB Melawan Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (UNTOC) diadopsi di Palermo, Italia, pada tahun 2000. Konvensi tersebut menjadi instrumen hukum internasional utama yang mengatur masalah penanggulangan perdagangan orang, penyelundupan manusia, dan perdagangan gelap senjata api. Indonesia telah menjadi negara pihak pada Konvensi tersebut sejak tahun 2009.
Indonesia terpilih menjadi salah satu negara sponsor bersama Italia dan Maroko pada acara peringatan 20 tahun adopsi UNTOC yang diinisiasi oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC).
Tawaran sebagai sponsor satu-satunya dari Asia menunjukkan pengakuan dunia internasional atas peran dan kepemimpinan Indonesia dalam upaya penanggulangan kejahatan lintas negara terorganisir. (ATN)
Discussion about this post