ASIATODAY.ID, JAKARTA – Limbah elektronik yang diproduksi oleh industri sepanjang 2019 mencapai 53,6 juta ton. Jumlah ini meningkat 9,2 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian menurut laporan Global E-Waste Monitor 2020 yang dirilis PBB.
PBB mengartikan limbah elektronik (e-waste) sebagai produk elektronik bekas yang telah dibuang. Bentuknya beragam, bisa baterai lawas, bekas kabel, atau apa pun yang mengandung material beracun dan berbahaya seperti merkuri.
Limbah ini dianggap sangat berisiko bagi kesehatan manusia ataupun lingkungan.
Melansir ZDNet, Jumat (3/7/2020), dari jumlah total limbah e-waste tersebut, sebanyak 17,4 juta ton berasal dari peralatan elektronik kecil. Lalu 13 juta ton lainnya berasal dari peralatan besar dan peralatan pertukaran suhu menyumbang hampir 11 juta ton.
Diikuti oleh layar dan monitor (6,7 juta ton), peralatan telekomunikasi berukuran kecil (4,7 juta ton), dan lampu (0,9 juta ton).
Laporan itu juga mengungkap benua mana yang paling banyak menyumbang sampah elektronik. Rupanya negara-negara di benua Asia menyumbang limbah paling banyak (25 juta ton), diikuti Amerika (13 juta ton), dan Eropa (12 juta ton). Sementara Afrika dan Oseania menyumbang 2,9 juta ton limbah elektronik.
Dalam kaitannya dengan jumlah per orang, Eropa dan Oseania rata-rata menyumbang limbah lebih dari 16 kg per orang. Di Amerika sekitar 13 kg sampah per orang, Asia sekitar 5,6kg per orang, dan Afrika sekitar 2,5kg per orang.
Laporan ini juga mengungkap, berdasarkan angka per kapita, rata-rata pria, wanita, dan anak-anak membuang sekitar 7,3 kg limbah elektronik pada 2019.
Dengan kebijakan pengelolaan limbah elektronik pada lima tahun terakhir, hanya sekitar 17,4 pesen limbah yang dikumpulkan dan didaur ulang.
Ini artinya, sekitar USD 57 miliar emas, perak, tembaga dan komponen lainnya yang dianggap bisa dipulihkan, justru terbuang atau dibakar.
“Temuan tahun ini mengindikasikan bahwa kita tidak benar-benar mengimplementasikan tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG)” kata Sekjen PBB David M. Malone.
Lebih lanjut, ia menyebutkan, dunia butuh upaya jauh lebih besar untuk memastikan produksi, konsumsi, dan pembuangan limbah elektronik global lebih cerdas dan berkelanjutan.
PBB memprediksi, jumlah limbah elektronik bakal mencapai angka 74 juta ton pada 2030. Prediksi didasarkan pada produksi listrik lebih besar, rata-rata konsumsi listrik lebih banyak, masa hidup perangkat lebih pendek, dan opsi perbaikan terbatas. (ATN)
Discussion about this post