ASIATODAY.ID, JAKARTA – Sebuah fakta menggambarkan bahwa industri nikel di Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh investor asing. Lalu siapa yang salah?
Derasnya arus investasi asing di Indonesia, khususnya di sektor hilirisasi mineral memang menjadi sorotan.
Meski demikian, Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menepis anggapan negatif terkait banyaknya investor asing yang masuk dan diklaim menguasai industri pertambangan Indonesia.
Menurut Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, kondisi tersebut tidak dapat dihindarkan, sebab pembiayaan usaha dari perbankan nasional masih minim di industri tersebut.
“Kita tidak bisa menyalahkan investor asing, karena perbankan nasional kita belum mau membiayai industri smelter secara masif, masalahnya di situ,” kata Bahlil di Shangri-La Hotel, Jakarta, Rabu (24/5/2023).
Bahlil menegaskan bahwa investor asing tidak menguasai pertambangan di Indonesia karena faktanya 80 persen Izin Usaha Pertambangan (IUP) dikuasai oleh pengusaha lokal, sedangkan investor asing lebih banyak mengelola industri nikel.
Problemnya, perbankan nasional belum mau membiayai usaha di sektor tersebut, begitupun negara yang tidak dapat mengalokasikan Penanaman Modal Negara (PMN) untuk membangun smelter.
Untuk itu, Indonesia mempersilakan investor asing untuk masuk di pertambangan selama pelaksanaannya sesuai dengan aturan dalam negeri.
“Jadi jangan saling menyalahkan kenapa China masuk? Kenapa Korea masuk? Kenapa Amerika masuk? Kenapa Eropa masuk, ini menjadi tantangan untuk kita semua,” imbuhnya.
Ke depan, Bahlil meyakini dan berharap perbankan nasional segera melihat potensi keuntungan di sektor pertambangan untuk meningkatkan investasi dalam negeri.
Dalam catatan BKPM, ekspor nikel Indonesia mencapai US$30 miliar pada tahun 2022 atau naik 10 kali lipat dari ekspor tahun 2017 sebesar US$3,3 miliar.
Menurutnya, yang paling banyak mendapatkan hasil adalah mereka yang telah berinvestasi membangun industri tersebut yaitu Korea, Jepang, Eropa, dan China.
“Terus kita mau marah sama mereka? Tentu tidak bisa. Undang-Undang kita memang tidak melarang itu, ini persoalannya,” terangnya.
Dia menyatakan, ke depannya Indonesia akan menghentikan sejumlah ekspor komoditas tambang seperti Bauksit, Copper, dan Timah untuk memaksimalkan upaya hilirisasi lewat kawasan industri energi baru terbarukan dan ramah lingkungan.
Investasi China akan Melesat
BKPM memproyeksi penanaman modal asing (PMA) dari China di Indonesia akan meningkat ke posisi kedua setelah Singapura tahun ini.
Menurut Bahlil, posisi China sempat turun ke urutan ketiga di bawah Hong Kong. Sebelumnya, China mengamankan posisi kedua di 2022. Namun, pada awal tahun ini investasi Hong Kong di Indonesia melesat.
“Kuartal pertama 2023 realisasi investasi China itu nomor 3. Kemungkinan besar akan masuk ke urutan kedua setelah Singapura pada kuartal kedua. Sektornya lebih banyak hilirisasi,” kata Bahlil.
Dia menuturkan, salah satu sektor hilirisasi yang dibidik China yakni investasi dalam ekosistem bateral dari kendaraan listrik (EV).
Berdasarkan data realisasi investasi kuartal I/2023, PMA tertinggi berdasarkan asal negara 5 besar adalah Singapura (US$4,3 miliar), Hongkong RRT (US$1,5 miliar), China (US$1,2 miliar), Jepang (US$1,0 miliar) dan Amerika Serikat (US$0,8 miliar).
Adapun, sektor usaha yang paling banyak disasar asing yakni industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya (US$2,9 miliar), transportasi, gudang, dan telekomunikasi (US$1,2 miliar), industri kimia dan farmasi (US$1,1 miliar), pertambangan (US$0,9 miliar), serta industri kertas dan percetakan (US$0,8 miliar).
Total seluruh sektor industri setelah digabung memberikan kontribusi sebesar US$7,0 miliar atau 58,7 persen dari total PMA.
Realisasi investasi PMA pada periode ini naik sebesar 20,2 persen, yaitu dari Rp147,2 triliun di tahun 2022 menjadi Rp177,0 triliun. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post