ASIATODAY.ID, JAKARTA – Dua Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Sulawesi resmi beroperasi.
Kedua pembangkit itu masing-masing Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso Energy 515 megawatt di Kabupaten Poso dan PLTA Malea Energy 90 megawatt di Kabupaten Tana Toraja. Kedua PLTA tersebut dibangun dengan investasi senilai USD1,2 miliar atau setara Rp17 triliun.
Operasional kedua PLTA ini diresmikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi), yang dipusatkan di PLTA Poso Energy, Poso, Sulawesi Tengah pada Jumat (25/2/2022).
Menurut Jokowi, pembangunan pembangkit listrik ini akan mendukung proses transisi energi menuju energi baru terbarukan (EBT).
“Hari ini saya sangat senang sekali karena kita semuanya akan meresmikan sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang itu adalah berarti energi hijau, berarti adalah EBT (energi baru terbarukan),” ujar Presiden mengawali sambutannya.
Jokowi mengungkapkan, saat ini semua negara didorong untuk bergeser dari pemakaian energi fosil utamanya batubara menuju ke energi hijau.
Indonesia sendiri, memiliki potensi energi yang mencapai 418 gigawatt, baik berupa hydropower, geotermal, tenaga surya, angin, tidal, hingga panas permukaan air laut.
“Semuanya ada di negara kita. Hanya bagaimana kita bisa menggeser dari yang coal/batubara ini kepada energi hijau ini juga bukan pekerjaan yang mudah karena sudah terlanjur banyak sekali PLTU-PLTU kita,” ujarnya.
Karena itu, Jokowi pun mengapresiasi sektor usaha yang membangun sumber EBT seperti di PLTA di Poso dan Tana Toraja ini.
“Saya sangat menghargai, mengapresiasi apa yang sudah dikerjakan oleh Kalla Group dalam hal membangun hydropower, baik yang ada di Sulawesi Tengah yang nanti juga akan selesai, di Mamuju, dan di Kerinci,” ujarnya.
Presiden mengungkapkan, Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen di tahun 2030 serta nol emisi karbon di tahun 2060.
“Target-target seperti ini yang tidak mudah dikejar. Karena memang antara pertumbuhan permintaan dan pertumbuhan listrik harus terus diseimbangkan. Jangan sampai ada kelebihan pasok dari PLN sehingga membebani dari PLN,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi juga mengingatkan jajaran terkait terutama PLN untuk membenahi sistem birokrasi yang ada sehingga dapat mendukung pengembangan EBT di tanah air.
“Saya tekankan pada pagi hari ini adalah agar birokrasi, utamanya di PLN itu betul-betul, Pak Dirut, diperhatikan. Jangan sampai ada keluhan lagi seperti tadi juga disampaikan oleh Bapak Jusuf Kalla, negosiasi perizinan itu sampai lebih dari lima tahun. Itu baru ngurus izinnya, belum nanti mendapatkan pendanaan dari konsorsium perbankan, bukan sesuatu yang gampang,” tegasnya.
Presiden berharap pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT di tanah air dapat terus dilakukan sehingga kebutuhan energi hijau dapat dipenuhi.
“Semoga nanti yang berikutnya bisa dilancarkan semuanya, sehingga target kita dalam rangka energi hijau dan EBT ini benar-benar bisa kita lakukan. Karena memang permintaan dari industri untuk mendapatkan energi hijau ini sekarang sangat-sangat tinggi sekali kepada negara kita,” tandasnya.
Turut hadir dalam peresmian antara lain Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Muhammad Jusuf Kalla (JK) beserta Ibu Mufidah Jusuf Kalla, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah Rusdy Mastura, Direktur Utama PLN Darmawan Prasojo, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Arsjad Rasjid, serta Bupati Poso Verna Inkiriwang.
Sementara itu, Jusuf Kalla mengungkapkan, kedua PLTA ini diharapkan akan mendorong langkah pemerintah mencapai target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025 mendatang.
“Biaya untuk 1 MW PLTA ini rata-rata USD2 juta. Di sini total 605 MW, investasi seluruhnya adalah USD1,2 miliar atau Rp17 triliun,” kata JK.
JK mengakui, pembangunan PLTA cenderung menghabiskan biaya investasi 2 kali lipat lebih banyak daripada PLTU. Untuk pembangunan transmisi ke Sulawesi Selatan saja, butuh biaya sekitar Rp2 triliun. Namun, biaya operasional PLTA lebih murah.
“Karena ini kan air. Dan ini juga dijalankan air sungai. Kalau di luar Jawa bisa, tapi di Jawa ini tidak bisa karena sungainya datar, jadi harus pakai bendungan,” ujarnya.
Menurut JK, ada 2.000 tenaga kerja yang terserap dalam pembangunan PLTA ini dan 80 persen adalah tenaga lokal.
“Hanya chief engineer saja yang datang, yang punya pengalaman,” ucapnya. (ATN)
Discussion about this post