ASIATODAY.ID, JAKARTA – Sebuah terobosan energi hijau di Indonesia datang dari Kota Surabaya, Jawa Timur.
Dengan investasi senilai USD54,2 juta atau Rp704,4 miliar, Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) berbasis teknologi ramah lingkungan atau Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di kota itu resmi beroperasi.
PLTSa tersebut berlokasi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, Surabaya, Jawa Timur. Percepatan pembangunan PLTSa ini tidak terlepas dari berbagai regulasi yang terbit sejak tahun 2018.
Adapun tarif listrik dari PLTSa Landfill Gas adalah Rp1.250/kWh, sementara PLTSa Gasifikasi sebesar USD13.35 sen/kWh. Sampah yang diolah untuk PLTSa Gasifikasi ini sebesar 1.000 ton perhari.
PLTSa ini menjadi terobosan besar di Indonesia. Pasalnya, dari dua belas kota/provinsi yang masuk dalam daftar proyek percepatan pembangunan instalasi PLTSa berbasis teknologi ramah lingkungan, baru PLTSa Benowo yang sudah beroperasi secara komersial (COD).
Dua kota sudah melakukan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL), yakni Kota Solo dan Provinsi DKI Jakarta. Kota Palembang dan Kota Tangerang sudah ada pengembang dan Provinsi Jawa Barat masih dalam proses lelang. Sementara Provinsi Bali, Provinsi Sulut, Kota Tangerang Selatan, Kota Makassar, Kota Semarang, Kota Bekasi masih pada tahapan persiapan lelang, pre-Feasibility Study, atau penyusunan OBC/FBC.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendukung penuh terobosan ini.
Menurut Jokowi, keinginannya agar Indonesia mengolah sampah menjadi listrik sudah telintas sejak tahun 2008 ketika dirinya masih menjabat sebagai Walikota Solo, kemudian hingga menjadi Presiden, cita-cita tersebut tak kunjung terealisasi.
Maka dari itu, Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
“Sejak tahun 2008, saya masih jadi Walikota, kemudian jadi Gubernur, kemudian menjadi Presiden, tidak bisa merealisasikan pengolahan sampah, dari sampah ke listrik, seperti yang sejak dulu saya inginkan di Kota Solo waktu menjadi walikota,” terang Jokowi, Kamis (6/5/2021).
Perpres tersebut diterbitkan agar Pemerintah Daerah tidak ragu lagi untuk mengolah sampah menjadi listrik, akibat ketidakjelasan payung hukum.
“(Penerbitan Perpres) Untuk memastikan Pemda itu berani mengeksekusi. Dulu takut mengeksekusi karena dipanggil kejaksaan, kepolisian, KPK, karena payung hukumnya yang tidak jelas, sehingga memutuskannya sulit,” imbuhnya.
Jokowi pun mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya untuk mewujudkan PLTSa ini. Kota Surabaya menjadi kota pertama yang berhasil mengoperasikan PLTSa, dari sejumlah daerah yang telah ditunjuk melalui Perpres No. 35 Tahun 2018.
Sementara itu, Walikota Surabaya Eri Cahyadi menjelaskan, TPA Benowo sudah beroperasi sejak 2001, di mana sampah yang masuk mencapai 1.600 ton perhari, dengan luas laham 37,4 hektare.
Pemerintah Kota Surabaya ingin melakukan pengolahan sampah yang efektif dan melibatkan masyarakat, yakni dengan implementasi Reuse, Reduce, dan Recycle (3R), hingga dapat mengurangi sampah yang masuk sampai 20 persen.
“Tetapi Pemerintah Kota lebih ingin efektif lagi. Kami melakukan kerja sama dengan PT Sumber Organik dan hasil dari kerja sama itu dapat menghasilkan listrik sebesar 11 MW, yang 2 MW dari landfill gas power plant, dan 9 MW berasal dari gasifikasi power plant,” jelas Eri. (ATN)
Discussion about this post