ASIATODAY.ID, JAKARTA – Japan International Cooperation Agency (JICA) mengucurkan pinjaman senilai US$700 juta setara dengan Rp10,67 triliun untuk emiten panas bumi PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO).
Pinjaman dari JICA dialokasikan untuk kontruksi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lumut Balai Unit 2 dengan kapasitas 55 megawatt (MW).
Hal itu dijelaskan oleh Direktur Utama Pertamina Geothermal Energy, Julfi Hadi saat menerangkan kemajuan proyek di hadapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama dengan pemimpin negara kawasan Asia Tenggara (ASEAN) lainnya, usai pembukaan ASEAN Indo-Pacific Forum di Jakarta, Selasa (5/9/2023).
“JICA membantu pinjaman sekitar US$700 juta. Tujuan proyek ini untuk memastikan mitigasi perubahan iklim ke depan,” kata Julfi kepada Jokowi dan pemimpin ASEAN lainnya.
Ekspansi proyek Lumut Balai Unit 2 itu sekaligus menjadi bagian dari rencana PGEO untuk meningkatkan kapasitas terpasang pembangkit listrik perseroan ke level 1 gigawatt (GW) dalam kurun waktu 2 tahun ke depan lewat ekstraksi lanjutan pada sejumlah lapangan saat ini.
Berdasarkan kalkulasi PGEO, masih terdapat potensi 340 MW daya setrum potensial yang bisa dikembangkan untuk diutilisasi ke dalam kapasitas terpasang saat ini di level 672 MW.
“Saat ini kita sedang mengembangkan di Lumut Balai Unit 2 dengan potensi sumber daya mencapai 220 MW,” kata Julfi.
Kepastian pendanaan ini menjadi tindaklanjut dari perjanjian kerja sama engineering, procurement, construction, and commissioning (EPCC) untuk konstruksi sistem pengumpulan dan reinjeksi fluida dan PLTP Lumut Balai Unit 2 di Sumatra Selatan dengan konsorsium Mitsubishi Corporation, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., dan SEPCO III Electric Power Construction Co. Ltd saat acara B20 Indonesia Net Zero Summit 2022 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Jumat (11/11/2022) lalu.
Lingkup kontrak akan menjadi turnkey basis di mana konsorsium Mitsubishi Corporation, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., dan SEPCO III Electric Power Construction Co. Ltd akan melaksanakan desain, manufaktur, konstruksi pekerjaan sipil, commissioning, pengujian kinerja, dan garansi untuk fasilitas yang terdiri atas PLTP unit dan sistem pengumpulan dan reinjeksi fluida dengan kapasitas bersih pada terminal tegangan tinggi 55 MW.
Fasilitas tersebut dirancang untuk dapat beroperasi lebih dari 30 tahun yang akan dioperasikan dan dipelihara oleh PGE. Listrik yang dihasilkan dari energi bersih, terbarukan, dan ramah lingkungan tersebut akan disalurkan kepada PT PLN (Persero) dan berpotensi menambah masyarakat yang terlistriki sekitar 55.000 rumah tangga di Sumatra Selatan.
“Jadi proyek ini kerja sama antara perusahaan Jepang, China dan Indonesia,” kata dia.
Kapasitas 55 MW yang dihasilkan dari Unit 2 akan menambah total kapasitas terpasang PGEO, setelah sebelumnya kapasitas 55 MW dihasilkan dari proyek PLTP Lumut Balai Unit 1 yang mulai beroperasi pada 2019.
Hal ini semakin memperkuat posisi PGEO sebagai salah satu pemain terbesar dalam pengembangan panas bumi Indonesia dengan kapasitas terpasang menjadi 727 MW nantinya.
PGEO saat ini mengelola 13 wilayah kerja panas bumi (WKP) dengan kapasitas terpasang sebesar lebih dari 1,8 GW. Sebanyak 672 MW dioperasikan dan dikelola langsung oleh PGEO dan 1.205 MW dikelola dengan skenario kontrak operasi bersama.
Kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja PGEO berkontribusi sebesar 82 persen dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia, dengan potensi pengurangan emisi CO2 sebesar sekitar 9,7 juta ton CO2 per tahun.
Sebelumnya, Jokowi mendorong adanya skema pembiayaan berkelanjutan sekaligus saling menguntungkan untuk mengakselerasi transisi energi di kawasan Asia Tenggara atau ASEAN. Inisiatif itu disampaikan Jokowi di hadapan pemimpin-pemimpin negara anggota ASEAN serta delegasi lainnya saat membuka ASEAN Indo-Pacific Forum di Jakarta, Selasa (5/9/2023).
“Pembiayaan yang berkelanjutan dan inovatif, ASEAN membutuhkan US$29,4 triliun untuk transisi energi,” kata Jokowi.
Proyeksi itu berasal dari riset International Renewable Energy Agency (IRENA) untuk jangka waktu sampai dengan 2050. Saat itu, negara-negara di kawasan Asia Tenggara diharapkan telah beralih 100 persen pada pembangkit listrik terbarukan.
Jokowi berharap masing-masing negara ASEAN dapat menginisiasi skema pembiayaan yang inovatif lewat kemitraan berkelanjutan dan saling menguntungkan untuk menjalankan program transisi tersebut. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post