ASIATODAY.ID, JAKARTA – Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) dipercaya menjadi mediator perundingan damai atas konflik berkepanjangan antara Afganistan dan Taliban.
Presiden Republik Islam Afganistan, Asraf Gani optimis konflik tersebut akan segera berakhir.
Optimisme Ashraf tersebut disyaratkan pada kesediaan Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla (JK) untuk menjadi mediator perundingan damai.
Hal itu disampaikan Ashraf ketika bertemu JK, untuk membahas solusi konflik Afganistan di Istana Kepresidenan Afghanistan, Kabul, Kamis (24/12/2020) malam.
Menurut Ashraf, pengalaman JK dalam mendamaikan sejumlah konflik di Indonesia dapat juga diterapkan di Afganistan. Apalagi posisi JK saat ini sebagai ketua DMI yang tentunya memiliki pengaruh di mata ulama.
Menanggapi permintaan tersebut, JK menyatakan bersedia untuk menjadi mediator perundingan damai antara kubu Pemerintah Afganistan dengan Taliban demi mengakhiri kekerasan yang terjadi di negara itu.
“Tentunya untuk perdamaian kita selalu bersedia untuk membantu,” kata JK dalam keterangan resminya, Jumat (25/12/2020).
Rencananya kata JK, salah satu opsi yang akan ditempuh, dia akan mengundang pihak yang berkonfik untuk berdialog di Jakarta.
“Kita akan mengundang Taliban melalui Majelis Ulama Indonesia,” jelasnya.
Dia juga akan segera melaporkan ke wakil Presiden Maruf Amin untuk berkordinasi karena menurutnya program perdamaian ini adalah gagasan dari pemerintah.
Sebelumnya Menteri Urusan Haji dan Agama Afganistan, Muhammad Qosim Halimi juga telah meminta kesediaan JK untuk menjadi Fasilitator dialog antara pihak pemerintah dan Taliban. Hal senada juga disampaikan oleh CEO High National Reconsiliation Council (HCNR) Afganistan, Abdullah Abdullah.
Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PMI Pusat, Hamid Awaludin yang akan berperan sebagai juru runding dari pihak JK mengungkapkan kesepahaman antar faksi di Afganistan akan mudah tercapai karena tidak ada pembicaraan mengenai perubahan konstitusi.
“Semua faksi menyepakati pemerintahan Islam, hanya model pelaksanaannya saja yang berbeda karena terkait pemahaman terhadap hukum Islam itu sendiri,” imbuhnya. (ATN)
Discussion about this post