ASIATODAY.ID, PEKANBARU – Membicarakan Konservasi Alam tentu tidak melulu harus dalam suasana formal dan ‘menegangkan’, tetapi bisa juga dikemas dalam momen yang lebih relax, tapi menyentuh inti persoalan. Setidaknya, harus mengadaptasi gairah dan minat stakeholder.
Relung kesadaran dan panggilan jiwa untuk lebih mengenal dunia konservasi alam bisa didorong melalui berbagai pembicaraan tematik, salah satunya ekowisata.
Di kalangan penggiat lingkungan, ekowisata bukanlah hal baru. Namun bagi generasi millenial, cerita tentang konservasi alam melalui pendekatan ekowisata, mesti dikemas dengan ala millenial.
Ya, yang paling memungkinkan dengan cara mengadaptasi gairah mereka, melalui pertunjukan, fotografi, videografi hingga perjalanan di alam terbuka. Karakter generasi millenial yang gandrung dengan kreatifitas, bisa menjadi jembatan untuk menularkan pesan-pesan pelestarian alam melalui kreasi, ide dan kelihaian jemari mereka membuat karya.
Momentum Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) yang akan berlangsung pada 4-8 Agustus 2019 di Kota Batam nanti, sangat relevan menempatkan generasi millenial dalam mendorong dan memolopori gerakan konservasi lingkungan.
Lihat saja, ketika Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau pada Selasa (23/7) malam, menggagas obrolan santai tentang Ekowisata, generasi millenial pun sangat antusias.
Metodenya, sederhana saja. Selain berdiskusi juga digelar pertunjukan di halaman kantor BBKSDA. Di akhir kegiatan, juga diumumkan pemenang lomba foto dan video instagram yang dilaksanakan Sempena Rimbang Baling Jungle Trek.
Diskusi santai malam itu dipandu moderator Kunni Masrohanti dengan menghadirkan pembicara dari perwakilan BKSDA dan WWF Indonesia. Ekowisata yang diperbincangkan, secara spesifik mengajak setiap individu secara bersama-sama melestarikan Bukit Rimbang Bukit Baling, Taman Wisata Alam (TWA) Buluhcina.
“Berbicara ekowisata itu sangat penting, karena dalam prakteknya, kita berwisata di alam terbuka tapi dengan mengedepankan kepentingan lingkungan. Apalagi ini kaum millennial yang cinta konservasi, bicara wisatanya ya harus ekowisata,” ujar Hansen, dari BBKSDA. Hansen melanjutkan, ada tiga fungsi kawasan konservasi, mulai dari perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan.
Dari diskusi itu, respon kalangan millenial sangat besar untuk mengambil peran dalam gerakan konservasi. Bahkan, malam itu juga muncul gagasan bersama kalau kaum millennial akan bergerak bersama sebagai penggiat konservasi. Bahkan mereka berniat kembali ke Rimbang Baling, masuk ke kawasan konservasi untuk belajar dan menggali banyak hal. Paling tidak, mereka siap menjadi duta konservasi bagi Riau. Keinginan itupun disambut baik oleh oleh BBKSDA Riau maupun WWF Indonesia. (AT)
,’;\;\’\’
Discussion about this post