ASIATODAY.ID, JAKARTA – Menteri Luar Negeri (Menlu) Jepang Toshimitsu Motegi mengecam keras tindakan China yang melakukan pelanggaran wilayah di laut Natuna Utara.
Motegi bahkan secara blak-blakan mengecam tindakan China yang mau menguasai pulau Natuna.
Motegi mengungkapkan hal itu dalam sebuah jumpa pers di Tokyo, Jumat kemarin.
“Kami menentang keras upaya yang tidak sah dari negara lain yang mau menguasai tempat yang bukan miliknya seperti Natuna jelas milik Indonesia,” tegas Menteri Motegi dalam jumpa pers, Jumat (17/01/2020) sore, melansir japantimes.
Menteri Motegi juga menekankan bukan hanya Natuna tetapi juga pulau-pulau lain yang ada di laut China Selatan yang dikuasai China ditentang keras.
“Pulau-pulau di Laut China Selatan juga kami tentang dengan keras dikuasai oleh pihak lain karena itu jelas-jelas melanggar ketentuan internasional,” tegasnya.
Banyak hal terkait dengan penguasaan yang tidak legal dari negara lain terhadap Laut China Selatan diharapkan dapat diselesaikan dengan baik dan sesuai ketentuan internasional yang ada karena juga menyangkut berbagai hal seperti bidang ekonomi.
“Pembicaraan internasional juga tetap diharapkan dapat dilakukan dengan baik untuk memecahkan masalah-masalah demikian,” ujarnya.
Inggris Angkat Bicara
Selain Jepang, Inggris pun ikut bersuara terkait tindakan China.
Menteri Inggris untuk Asia Pasifik, Heather Wheeler mengungkapkan negara-negara yang terlibat konflik Laut China Selatan seharusnya patuh terhadap hukum.
“Kami yakin bahwa seluruh pihak yang terlibat harus mematuhi hukum laut internasional,” kata Wheeler di Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, Rabu (16/01/2020).
Ketertarikan China soal Laut china Selatan, kata dia mengakibatkan negara China tidak hanya berkonflik dengan Indonesia saja.
China tercatat menerima sejumlah protes dari sejumlah negara lantaran ia menjadi satu-satunya pihak yang berpedoman pada Nine dash Line.
“Kami mengharapkan pihak-pihak terkait agar mengambil langkah hukum yang tepat serta tidak ada lagi masalah pengambilan lahan yang tidak patut. Namun, sekali lagi, masalah yang terjadi harus diselesaikan melalui mekanisme hukum,” ujar Wheeler menegaskan.
Sembilan Garis Putus
Sembilan garis putus-putus yang dipercayai China, merupakan garis yang dibuat sepihak oleh China sendiri tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS).
Sebelumnya, Indonesia bukanlah bagian dari pihak yang bersengketa dengan China soal Laut China Selatan.
Adapun, pihak yang sebelumnya bersengketa adalah Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam dan Taiwan.
Namun, Indonesia dan China terlibat silang pendapat usai 50 perahu nelayan China yang dilindungi kapal penjaganya memasuki Laut Natuna karena menganggap Natuna bagian dari perairan tradisionalnya.
Indonesia kemudian mengajukan nota protes yang dilayangkan ke pihak Beijing. Protes tersebut ditanggapi dengan penyebutan dari pihak Beijing bahwa ada tumpang tindih otoritas di perairan Natuna.
Menanggapi hal itu, Kementerian Luar Negeri secara tegas menegaskan tak ada “overlapping yurisdiction” di perairan Natuna.
Natuna bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia sebagaimana diatur dalam UNCLOS.
Sementara itu, pakar geopolitik asal Jepang Kunihiko Miyake menilai seharusnya Indonesia bisa membangun kerja sama dengan negara-negara lain yang sama-sama menghadapi masalah klaim China.
“Kita tidak seharusnya mengkonfrontasi China sendiri-sendiri karena China negara yang terlampau kuat. Negara yang dia anggap seimbang, menurut saya, sejauh ini hanya Amerika Serikat,” kata Miyake dalam sebuah acara diskusi yang diadakan di Universitas Indonesia.
Mantan diplomat Jepang tersebut menyampaikan perselisihan dengan China sebaiknya tak diselesaikan dengan sikap rivalitas.
“Konfrontasi adalah hal terakhir yang kita inginkan. Yang dapat dilakukan saat ini adalah adanya upaya kolektif untuk mengimbangi dominasi China,” jelasnya.
Menurut dia, upaya kolektif tersebut bisa dilakukan dengan kerja sama Indo-Pasifik sebagai pengingat bahwa dominasi dan hegemoni terhadap kawasan perairan tertentu bukanlah tujuan yang dikehendaki bersama. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post