ASIATODAY.ID, JAKARTA – Negara-negara di Asia Tenggara patut untuk menjadikan Indonesia sebagai referensi kekuatan militer.
Berdasarkan peringkat kekuatan militer yang diterbitkan Global Fire Power, kekuatan militer Indonesia saat ini menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Indonesia telah meninggalkan Singapura dan Malaysia yang selama ini bercokol di posisi teratas.
Ditingkatan global, Indonesia berada pada posisi 16 dari 137 negara di seluruh dunia.
Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya mengetahui hal itu, bahkan mantan Danjen Kopassus itu memuji kekuatan militer Indonesia di tengah keterbatasan yang ada. Kondisi Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutsista) Indonesia saat ini disebut sudah lebih maju.
Untuk melipatgandakan kekuatan militer Indonesia, Prabowo pun aktif membangun kerja sama pertahanan dengan berbagai negara di dunia. Selain dalam kerangka memperkuat hubungan bilateral, juga untuk pengembangan industri pertahanan di Indonesia.
Prabowo juga fokus untuk mendatangkan pesawat tempur, kapal selam, radar, termasuk industri amunisi dan persenjataan.
Dengan tekad bulat, Prabowo optimistis Indonesia akan lebih mandiri di bidang alutsista dalam lima tahun ke depan.
Dalam hal kemampuan personel militer, Indonesia memang tidak diragukan. Prajurit TNI memiliki keterampilan, keahlian dan kemampuan tempur yang banyak dipuji oleh banyak negara. Begitu pun jumlah alutsista tiga angkatan militer yang ada (TNI AD, AL dan AU), Indonesia tergolong besar.
Namun, kekuatan militer ini belum tentu mencerminkan ketahanan Indonesia tatkala harus menghadapi perang.
DPR sendiri sangat mengapresiasi Indonesia yang menempati urutan ke-16 kekuatan militer dunia.
Anggota Komisi I DPR Dave Akbarshah Laksono menyebut militer dalam negeri mumpuni karena jumlah personel TNI aktif mencapai 400.000 orang dan wilayah yang diamankan pun jauh lebih luas dibanding negara tetangga.
Di tengah meningkatnya eskalasi kawasan, termasuk di Laut China Selatan, penguatan militer memang hal yang tidak bisa ditawar. Dave menyebut ancaman Indonesia sangat tinggi sehingga mengharuskannya memiliki kekuatan pertahanan yang mumpuni.
Politikus Partai Golkar ini setuju bahwa jumlah personel dan banyaknya alutsista tidak lantas membuat militer sebuah negara dinilai kuat sehingga mampu menciptakan efek gentar pada lawan. Kuncinya adalah modernisasi alutsista.
Dave mencontohkan Singapura. Meskipun negara kecil dan personelnya terbatas, namun pengadaan alutsista di Singapura lebih cepat dan lebih lengkap. Begitu juga Malaysia yang wilayahnya jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia.
Oleh karena itu, Dave setuju dengan pandangan bahwa alutsista Indonesia masih perlu dimodernisasi, dilengkapi dan juga ditambah di setiap matra TNI. Begitu juga dengan pelatihan para personel TNI.
“Sekarang seberapa kuat komitmen pemerintah, seberapa besar keinginan pemerintah untuk mau memperkuat itu,” katanya, Jumat (3/7/2020).
Kendati demikian, postur pertahanan diakui Indonesia juga masih memiliki sejumlah kekurangan. Misalnya dari segi anggaran yang masih belum optimal.
Pada pembahasan Rencana Kerja Anggaran (RKA) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2021, Kementerian Pertahanan (Kemhan) mendapatkan pagu indikatif Rp129 triliun atau mendekati Rp130 triliun.
Namun karena dinilai kurang, Kemhan mengusulkan tambahan sekitar Rp19 triliun sehingga mencapai Rp150 triliun. Jumlah ini pun masih jauh dari kebutuhan pertahanan yang sesungguhnya.
“Prinsipnya, Komisi I DPR mendukung penambahan anggaran untuk Kemenhan karena ancamannya memang nyata. Namun DPR juga memaklumi kemampuan pemerintah,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post