ASIATODAY.ID, MANILA – Para wanita Filipina penyintas perbudakan seksual oleh militer Jepang semasa Perang Dunia (PD) II pada Selasa (31/1) mendesak pemerintah Jepang untuk mengakui kejahatan perangnya, menyelesaikan isu “wanita penghibur”(comfort women), dan berhenti “menghasut perang.”
“Sangat tidak adil di pihak pemerintah Jepang untuk terus menerus mengabaikan isu wanita penghibur Filipina. Mereka telah menderita cukup lama, lebih dari setengah abad menderita dalam keheningan, trauma yang mereka alami akibat kejahatan Tentara Kekaisaran Jepang yang menimpa ribuan wanita Filipina,” kata Sharon Cabusao-Silva, Direktur Eksekutif Lila Pilipina, dilansir Xinhua.
Lila Pilipina merupakan sebuah organisasi Filipina yang membantu para wanita yang dipaksa masuk ke rumah bordil militer Jepang dalam memperjuangkan keadilan. Hanya tersisa sedikit penyintas, mayoritas berusia 90-an tahun dan dalam kondisi sakit.
Silva mengatakan bahwa Jepang harus mengakui trauma yang dialami para wanita korban kejahatan Tentara Kekaisaran Jepang.
Organisasi tersebut menambahkan bahwa Jepang “benar-benar mengabaikan” rekomendasi yang dibuat oleh negara-negara lain “agar Jepang pada akhirnya menyelesaikan isu yang berlarut-larut ini.”
“Sejarah, seharusnya, sesuai fakta yang terjadi, kita memiliki hak untuk mengetahui kebenaran dalam sejarah, dan kita akan berjuang. Kita akan melanjutkan perjuangan kita sampai akhir hayat untuk memastikan bahwa kita menjaga kebenaran dalam sejarah,” jelasnya.
Selama PD II, ratusan ribu wanita dan remaja perempuan dari China, Semenanjung Korea, Asia Tenggara, dan negara serta kawasan lainnya dipaksa menjadi budak seksual oleh militer Jepang dan mengalami kekerasan seksual yang mengerikan, baik secara mental maupun fisik. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post