ASIATODAY.ID, JAKARTA – Krisis Ekologi tengah melanda Indonesia saat ini. Hilangnya keseimbangan alam mengakibatkan Ular Kobra mencari habitat baru. Fatalnya, pemukiman warga di ibukota kini menjadi habitat bagi spesies mematikan itu.
Selain bersarang di pemukiman, Ular Kobra kini menjadi ancaman serius bagi keselamatan warga.
Yang terbaru pada Rabu (18/12/2019), empat warga di Depok, Jawa Barat, telah menjadi korban gigitan Ular Kobra, salah satunya anak dibawah umur. Dari empat korban, dua diantaranya harus menjalani perawatan di RSUD Depok. Yaitu berinisial W, 56, warga Kecamatan Beji dan AA, 17, warga Sukmajaya.
Menurut Perwira Operasional Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Depok, Merdi Setiawan, kemunculan ular berjenis kobra tersebut terpantau mulai awal Desember 2019. Pihaknya menerima kurang lebih 15 laporan untuk mengevakuasi reptil tersebut.
“Kalau dihitung, jumlah ular yang kami amankan ada 60 ekor. Mereka ditemukan di dalam rumah, jalan, dan tempat-tempat lembab tetapi kering,” jelasnya.
Hal yang hampir serupa juga diutarakan Kepala Bidang Pencegahan Penyakit Dinkes Kota Bekasi Dezy Sukrawati.
Dikatakan, dalam sebulan ini, pihaknya sudah mengevakuasi sekitar 50 ekor anak ular kobra dan empat induk ular.
“Kejadian ini menhagetkan karena ular bisa bersarang di tempat-tempat yang tidak kita duga,” ujarnya, Selasa (17/12/2019).
Sementara di Tangerang Selatan, Yayasan Ular Indonesia Sioux menangkap 50 ular berbisa dari pencarian yang dilakukan selama tiga bulan terakhir di kota itu. Berbagai jenis ular berbisa itu umumnya didapat dari sejumlah permukiman di Tangerang Selatan, termasuk di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD).
“Tiga bulan terakhir lebih dari 50 ular kita tangkap di 15 perumahan termasuk dari BSD,” kata Muhamad Dzawil Arham, aktivis yayasan Selasa (17/12/2019).
Dzawil menjelaskan, yang terbaru pihaknya baru saja menangkap dua ular jenis king kobra di Perumahan Sevilla, Kelurahan Mekar Jaya, Kecamatan Serpong.
Menurut Dzawil dari tiga bulan sweeping ular yang dilakukan, pihaknya kebanyakan mendapati ular jenis king kobra dan ular ijo buntut merah.
Menurut Dzawil, berdasar pengalaman dan pengetahuannya, pindahnya ular-ular berbisa ke area perumahan warga merupakan hal biasa. Ular mencari tempat perlindungan dari panas dan atau mencari makan.
“Yang jadi masalah adalah, kenapa dia bisa ditemukan dalam waktu yang cukup lama di wilayah pemukiman. Itu karena pemukiman warga itu memilki tempat-tempat yang cocok,” terang Dzawil.
Sementara di Jakarta, kawanan Ular Kobra pertama kali ditemukan di daerah Cakung, Jakarta Timur, pada Rabu (11/12). Kepala Sudin Damkar Jaktim Gatot Sulaiman mengatakan ada sembilan anak kobra yang ditemukan di pekarangan rumah warga.
Sembilan anak ular kobra itu memiliki panjang sekitar 10 cm. Berkat evakuasi ini, 15 orang dari lima kepala keluarga berhasil terselamatkan dari ancaman Ular Kobra.
Kemudian pada Minggu (15/12), sebanyak 18 anak Ular Kobra ditemukan di rumah milik seorang warga di Jalan Langgar, Kembangan, Jakarta Barat. Kasi Operasional Sudin Damkar Jakbar Eko Sumarno mengatakan belasan ular itu ditemukan di gudang milik warga.
“18 anak kobra ini bersarang di gudang bekas kolam milik warga. Anak kobra itu memiliki panjang sekitar 20 cm,” kata Eko.
Tak selesai di situ, sebanyak 13 ekor Ular Kobra kembali ditemukan di sebuah rumah di Jalan Rawa Bumbu, Pasar Minggu, pada Senin (16/12).
Tak hanya anak ular, induk ular kobra juga dievakuasi petugas dari rumah warga.
Mengapa Ular Kobra Muncul di Musim Penghujan?
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memandang, kemunculan Ular Kobra ini patut di waspadai.
Ular kobra atau disebut juga ular sendok adalah jenis ular berbisa dari suku Elapidae. Disebut ular sendok karena ular ini dapat menegakkan dan memipihkan lehernya, melengkung menyerupai sendok, apabila merasa terganggu atau merasa terancam oleh musuhnya. Ular ini juga memiliki kemampuan menyemprotkan bisa (venom).
Peneliti reptil dari Pusat Penelitian Biologi LIPI Amir Hamidy mengungkapkan, terdapat dua jenis ular kobra di Indonesia.
“Kobra sumatra atau Naja sumatrana yang terdapat di Sumatra dan Kalimantan dan kobra jawa atau Naja sputarix yang terdistribusi di Jawa, Bali, Lombok, Komodo, Rinca, Sumbawa, dan Flores,” ujar Amir melalui keterangan tertulisnya, Rabu (18/12/2019).
Habitat Kobra Jawa
Ular kobra jawa menghuni tipe habitat seperti perbatasan hutan yang terbuka, savana, persawahan, dan pekarangan. Ular ini berukuran rata-rata 1,3 meter dan bisa mencapai ukuran panjang 1,8 meter. Sekali bertelur induk betina ular kobra Jawa dapat menghasilkan 10-20 butir telur.
Telur-telur tersebut akan menetas dalam rentang waktu tiga sampai empat bulan. Telur kobra diletakkan di lubang-lubang tanah atau di bawah serasah daun kering yang lembab.
“Awal musim penghujan adalah waktu menetasnya telur ular. Fenomena ini wajar, dan merupakan siklus alami,” lanjut Amir.
Dirinya menjelaskan, suhu ruangan hangat dan lembap cenderung disukai oleh ular untuk tempat menetaskan telur. Hampir semua jenis ular, termasuk induk ular kobra pada periode tertentu, akan meninggalkan telur-telurnya dan membiarkan telur tersebut menetas sendiri.
“Begitu menetas, anakan kobra akan menyebar ke mana-mana,” imbuhnya.
Penanganan Gigitan
Ular kobra melumpuhkan mangsanya dengan menggigit dan menyuntikkan bisa pada hewan tangkapan melalui taringnya. Bisa tersebut melumpuhkan saraf dan otot mangsa hanya dalam beberapa menit saja.
“Meskipun masih bayi, ular kobra sudah memiliki kelenjar bisa yang mampu menghasilkan bisa dan berbahaya bagi manusia,” terang Amir.
Untuk menghindari masuknya ular ke rumah dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan rumah.
“Gunakan pembersih lantai dengan aroma yang menyegat karena ular tidak suka dengan bau yang tajam,” terang Amir. Selain itu juga hindari meninggalkan sampah bekas makanan di rumah. “Sampah ini dapat mengundang tikus yang merupakan salah satu mangsa ular,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan untuk selalu bersihkan rumah dari tumpukan barang-barang, termasuk perkarangan rumah dari tumpukan daun-daun kering atau material yang menumpuk.
“Tempat tempat itu bisa menjadi tempat persembunyian ular.”
Dirinya menjelaskan, prinsip pengendalian populasi ular tentunya perlu memperhatikan keseimbangan ekosistem sehingga tidak menimbulkan permasalahan ekologi. Untuk keamanan manusia, pemindahan ular bisa dilakukan dengan pendampingan dari petugas yang berwenang dan memiliki pengetahuan untuk menangani ular berbisa.
“Jika terjadi kasus gigitan ular kobra, maka penanganannya dapat mengikuti petunjuk terbaru dari WHO tentang Managemen Kasus Gigitan Ular. Antibisa kobra jawa sudah tersedia di Indonesia, sehingga masyarakat dapat memastikan ketersediaan tersebut dengan mengetahui letak rumah sakit terdekat yang memiliki stok antibisa,” tutup Amir.
Kobra Jawa berstatus Appendix II (CITES) dan Least Concern (IUCN Red List). Hal ini berarti populasi kobra Jawa belum terancam kepunahan, namun jika tidak diatur perdagangannya (kobra diperjual belikan untuk dikonsumsi atau sebagai “obat”), maka suatu saat spesies ini bisa rentan terhadap kepunahan.
Kobra dapat melumpuhkan mangsanya dengan bisanya. Namun sebenarnya, kobra hanya menyerang manusia jika merasa terancam atau diserang terlebih dahulu. (ATN)
Discussion about this post