ASIATODAY.ID, MADRID – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengaku kecewa dengan hasil akhir Konferensi Tingkat Tinggi Iklim di Madrid, Spanyol, Minggu 15 Desember 2019. Menurutnya, komunitas global telah melewatkan kesempatan bagus untuk menangani isu perubahan iklim dan pemanasan global.
“Saya kecewa dengan hasil COP25,” kata Guterres, dilansir dari AFP. “Komunitas internasional kehilangan kesempatan penting untuk memperlihatkan peningkatan ambisi dalam hal mitigasi, adaptasi dan keuangan dalam menghadapi krisis iklim,” tegasnya.
KTT Iklim Madrid, atau COP25, berakhir tanpa ada terobosan berarti. Deklarasi akhir COP25 hanya “mengekspresikan kebutuhan mendesak” untuk membuat komitmen-komitmen baru mengenai pemangkasan emisi karbon.
Komitmen-komitmen baru dibutuhkan untuk menutup ketertinggalan level emisi saat ini dengan yang menjadi tujuan dalam Perjanjian Iklim Paris 2015.
“Hari ini, warga dunia meminta kita semua untuk bergerak lebih cepat dan lebih baik,” ujar Carolina Schmidt, Menteri Lingkungan Hidup yang bertindak sebagai Presiden COP25, dalam pernyataan penutupnya.
Namun Tina Eonemto Stege, utusan isu iklim untuk Kepulauan Marshall, mengecam hasil akhir COP25 yang dinilai tidak cukup untuk menghadapi ancaman nyata terkait risiko meningkatnya permukaan air laut.
“Sayangnya, teks yang diadopsi pagi ini tidak merefleksikan hal yang kami inginkan. Kami kecewa negara-negara dunia tidak dapat menyetujui teks yang lebih ambisius lagi,” lanjutnya
Sejumlah negara termasuk Brasil, Amerika Serikat, India dan Tiongkok dianggap para aktivis sebagai penyebab mandeknya negosiasi COP25.
Grup 31 negara yang dipimpin Costa Rika mencoba membuat terobosan dengan merilis serangkaian dokumen prinsip-prinsop mengenai perubahan iklim. Puluhan negara itu mengaku yakin mampu membatasi penaikan suhu global di kisaran 1,5 derajat Celcius.
“Pemain-pemain utama yang seharusnya mengambil tindakan nyata di Madrid rupanya tidak dapat memenuhi ekspektasi banyak orang,” sebut Laurence Tubiana, CEO Yayasan Iklim Eropa. Ia adalah arsitek utama dari Perjanjian Iklim Paris.
“Namun berkat aliansi negara-negara kepulauan, Eropa, Afrika dan juga Amerika Latin, kita dapat menghasilkan sesuatu,” ungkapnya. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post