ASIATODAY.ID, MANILA – Presiden Filipina Rodrigo Duterte siap memobilisasi pasukan tempur ke Laut Cina Selatan untuk menegaskan klaim negaranya atas simpanan minyak di bagian jalur laut yang diperebutkan.
Duterte telah menghadapi kritik domestik yang semakin meningkat karena keengganannya untuk menghadapi Beijing atas aktivitasnya di perairan Filipina.
Ketegangan meningkat bulan lalu setelah ratusan kapal China terdeteksi di Whitsun Reef di Kepulauan Spratly, yang diperebutkan oleh beberapa negara, termasuk Filipina dan China.
Beijing telah menolak tuntutan berulang kali oleh Filipina untuk menarik kembali kapal-kapal tersebut, yang menurut Manila adalah kapal milisi maritim dan China mengatakan sebagai kapal penangkap ikan.
“Saya tidak begitu tertarik sekarang pada memancing. Saya kira tidak ada cukup ikan untuk diperdebatkan,” kata Duterte, pada Senin (19/4/2021) dikutip dari AFP.
“Tapi ketika kita mulai menambang, ketika kita mulai mendapatkan apa pun yang ada di perut laut China, minyak kita, maka pada saat itu, saya akan mengirim kapal abu-abu saya ke sana untuk menyatakan klaim,” katanya, sambil juga menekankan keinginannya untuk tetap berteman dan berbagi apa pun itu.
Duterte berbicara sehari setelah para pemimpin militer menolak desas-desus bahwa sebuah grup media sosial yang melibatkan anggota angkatan bersenjata telah menuntut presiden untuk mengecam China atau mereka tidak akan lagi mendukungnya sebagai panglima tertinggi mereka.
Beijing menegaskan kedaulatan atas hampir semua jalur air, yang diyakini menyimpan cadangan sumber daya alam yang kaya. Pada 2016, pengadilan yang didukung PBB menolak klaimnya. Beijing pun mengabaikan keputusan itu.
Duterte telah berulang kali mengatakan konflik dengan China akan sia-sia, dan pada Senin memperingatkan ‘pertumpahan darah’ jika Filipina mencoba untuk mengambil kembali perairan tersebut.
Ketegangan baru di kawasan itu telah membuat khawatir beberapa negara. Amerika Serikat, sekutu militer utama Filipina, baru-baru ini mengingatkan China tentang kewajiban perjanjiannya ke Manila.
Perselisihan itu muncul ketika Filipina menerima jutaan dosis suntikan Covid-19 dari Sinovac China. Suntikan itu telah mendukung upaya inokulasi negara itu saat menunggu pengiriman vaksin dari Rusia dan Barat. (ATN)
Discussion about this post