ASIATODAY.ID, JAKARTA – Hutan Amazon di Brasil, Hutan Basin Kongo dan hutan hujan Indonesia merupakan benteng alami pertahanan melawan perubahan iklim berdasarkan kemampuannya dalam mitigasi dan adaptasi.
Ancaman kebakaran hutan yang terus terjadi menjadi pengingat keras akan krisis lingkungan yang dihadapi dunia baik dari isu iklim, keanekaragaman hayati dan polusi.
Kegagalan untuk menghentikan kerusakan akan berdampak parah pada kesehatan manusia dan mata pencaharian, menghancurkan keanekaragaman hayati yang kaya dan membuat dunia lebih terekspos pada krisis iklim dan lebih banyak bencana.
Untuk menyelamatkan hutan di planet bumi, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Republik Indonesia, Erick Thohir mengatakan, Indonesia sedang menjajaki membentuk organisasi dengan negara-negara yang memiliki hutan terluas di dunia. Organisasi ini dapat seperti OPEC yang merupakan wadah bagi negara-negara penghasil minyak bumi.
“Ada diskusi yang terus kita gulirkan, kemarin ada OPEC, negara-negara besar dunia yang mampu produksi minyak itu bisa konsolidasi, kenapa kita juga tidak, bersama-sama dengan Kongo, Peru, Brasil jadi negara OPEC tapi versi hutan. Karena kita berikan oksigen pada dunia,” ujar Erick dalam acara Road to G20 bersama Himpuni pada Selasa (25/10/2022).
Menurut Erick, Indonesia saat ini masuk sepuluh besar teratas sebagai negara penyeimbang emisi terbesar di dunia. Meski begitu, hutan Indonesia juga punya kontribusi besar dalam menjadi paru-paru dunia.
“Karena itu ada diskusi dengan negara-negara lain untuk membentuk organisasi seperti OPEC. Ini kita gulirkan terus,” lanjut Erick.
Erick mengatakan, langkah ini juga sejalan dengan komitmen pemerintah dalam melakukan transisi dari sumber energi berbasis fosil ke sumber energi baru terbarukan (EBT) dan menuju netralitas karbon.
Tentunya, upaya transisi energi harus berdasarkan peta jalan dan ekosistem sendiri, bukan dari negara lain.
“Sudah terlalu lama kekayaan alam dan pasar kita dieksploitasi untuk pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan pekerjaan negara lain,” imbuh Erick.
Erick menilai langkah ini juga selaras dengan strategi besar BUMN dalam melakukan transisi energi hingga 2060.
BUMN terus mendorong akselerasi Energi Baru Terbarukan (EBT) hingga eksosistem kendaraan listrik, dimana hal itu tidak hanya baik bagi lingkungan tetapi juga akan berdampak besar dalam menurunkan ketergantungan terhadap impor BBM.
“Kemarin baru kita luncurkan di Mojokerto, Jawa Timur yang konversi gula menjadi Etanol. Seperti keberhasilan Brasil yang sudah mencapai E37, India sudah mendorong sampai 12 persen, kita baru mulai padahal UU kita dari 2015 sudah bicara Etanol tetapi implementasinya yang belum dijalankan,” tandas Erick. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post