ASIATODAY.ID, JAKARTA – Revolusi 4.0 tidak hanya dalam bidang industri. Lembaga yudikatif seperti Mahkamah Agung RI pun menyesuaikan sistem peradilan dengan memanfaatkan apkikasi teknologi informasi.
Ulang Tahun ke-74 MA RI pun yang diperingati dengan tajuk Harmoni Agung untuk Indonesia di Balairung Mahkamah Agung, Senin (19/08/2019), menjadi penanda dimulainya peradilan elektronik (e-litigation).
“Akan diberlakukan secara menyeluruh mulaui 2020,” kata Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. H. M. Hatta Ali, S.H., M.H.
Menurut Hatta Ali, aplikasi e-litigasi adalah kelanjutan dari e-court yang diberlakukan untuk perkara perdata, perdata agama, tatausaha militer, dan tata usaha negara sejak tahun lalu.
Menurutnya, dengan kehadiran e-litigasi migrasi dari sistem manual ke sistem elektronik tidak hanya dilakukan pada tataran administrasi perkara saja, namun dalam praktek persidangan.
“Sistem elektronik tidak hanya diberlakukan dalam pendaftaran perkara, pembayaran panjar dan panggilan para pihak, tetapi diberlakukan juga dalam pertukaran dokumen jawab-jinawab, pembuktian, dan penyampaian putusan secara elektronik,” jelas Hatta Ali.
Menurut Hatta Ali, kehadiran e-litigasi juga membuka lebar praktek peradilan elektronik di Indonesia. Hal ini tergambar dengan setidak-tidaknya dua indikator selain yang disebutkan sebelumnya.
Pertama, e-litigasi memperluas cakupan subyek hukum yang dapat memanfaatkan sistem peradilan elektronik.
“Semula hanya untuk para advokat sebagai Pengguna Terdaftar, hingga mencakup juga Pengguna Lain yang meliputi Jaksa selaku Pengacara Negara, Biro Hukum Pemerintah/TNI, Polri, Kejaksaan RI, Direksi/Pengurus atau karyawan yang ditunjuk badan hukum, dan kuasa insidentil yang memenuhi syarat sebagai pengguna Sistem Informasi Peradilan,” ungkap Hatta Ali.
Kedua, pemanfaatan e-litigasi tidak hanya untuk persidangan di tingkat pertama, tetapi juga bisa dilakukan untuk upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali terhadap perkara yang menggunakan e-litigasi pada tingkat pertama.
Disamping itu, Hatta Ali juga mengungkapkan berbagai manfaat yang dapat dinikmati oleh masyarakat pencari keadilan jika menggunakan e-litigasi.
Pertama, menjadikan sistem peradilan lebih sederhana dan lebih cepat.
“Para pihak berperkara juga tidak perlu berlama-lama antre menunggu persidangan yang selama ini sering dikeluhkan, sehingga proses persidangan juga menjadi lebih cepat,” kata Hatta Ali.
Kedua, sistem ini dapat menjembatani kendala geografis Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari bentangan ribuan pulau.
Ketiga, menekan biaya perkara karena proses peradilan dilaksanakan secara elektronik, seperti biaya pemanggilan, kehadiran di persidan untuk jawab menjawab, pembuktian maupun mendengarkan pembacaan putusan.
Keempat, sistem elektronik meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Sistem e-litigasi, menurut Hatta Ali, membatasi interaksi langsung antara pengguna layanan peradilan dengan hakim dan aparatur peradilan.
“Dengan mengurangi kedatangan pengguna layanan ke pengadilan serta mengkanalisasi cara berinteraksi, sehingga meminimalisir kemungkinan penyimpangan etik maupun pelanggaran hukum,” ujarnya.
Atas alasan-alasan tersebut, Hatta Ali menyimpulkan bahwa kehadiran e-litigasi meredesain praktek peradilan Indonesia setara dengan praktek peradilan di negara-negara maju.
“Lompatan ini tentunya menjadi tantangan bagi kita semua untuk mempersiapkan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang andal agar mampu menjalankan sistem ini secara maksimal,” ungkap Hatta Ali
Karena itu, untuk sementara aplikasi ini akan diterapkan pada 13 pengadilan percontohan, yang terdiri dari 6 Pengadilan Negeri, 4 Pengadilan Agama dan 3 Pengadilan Tat Usaha Negara.
Pada tahun 2020 barulah seluruh pengadilan di Indonesia diharapkan sudah menerapkan e-litigasi ini. “Pada saat matahari pertama kali terbit di tahun 2020, e-litigasi ini dapat diterapkan oleh seluruh pengadilan tingkat pertama di Indonesia,” pungkas Hatta Ali optimistis.
,’;\;\’\’
Discussion about this post