ASIATODAY.ID, JAKARTA – Satu persatu aktivitas mafia nikel di Indonesia mulai terbongkar.
Terbaru, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan PT PKSK ke Kejaksaan Agung dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), karena diduga menambang nikel secara ilegal di Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Menurut MAKI, perusahaan ini menggunakan IUP OP (Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi Khusus untuk Pengangkutan dan Penjualan) yang diduga palsu (milik pihak lain yang tidak bisa dialihkan).
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, SH menyampaikan dugaan penambangan nikel illegal PT PSKS itu berlangsung sejak tahun 2020 hingga menacapi sebanyak 5.500.000 metric ton.
Selain dugaan pelanggaran Undang-Undang Kehutanan, PT PSKS juga diduga melakukan Penjualan Dokumen RKAB (dokumen terbang) dan/atau TPPU, yang diduga merugikan negara sedikitnya Rp3,7 triliun.
”Dugaan kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan melebihi nilai korupsi penambangan nikel illegal konsesi milik PT Antam di Blok Mandiodo oleh Windu Aji Sutanto dan kawan-kawan. Karena pelaku diduga memiliki puluhan IUP OP yang lain di perusahaan tambang nikel, diduga tanpa melalui lelang dan prosedur yang benar,” ungkap Boyamin, dalam keteranganya diterima Kamis (28/09/2023).
Boyamin juga mempertegas, dugaan mencaplok tambang milik orang lain itu, termasuk diduga memalsukan IUP.
“Ironisnya dugaan seluruh IUP ‘tikus’, ini termasuk yang diduga palsu tersebut, teregristasi di Modi Direktorat Jenderal (Ditjen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan mendapatkan RKAB,“ tegas Boyamin, yang melaporkan semua kasus tersebut ke KLHK dan Kejagung pada 21 September 2023.
Sejak 2020 hingga saat ini, PT PKSK disebutkan diduga melakukan penambangan nikel di Kawasan Hutan Produksi tanpa memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Hal ini terkonfirmasi berdasarkan surat yang ditandatangani Ir Roosi Tjandrakirana, MSE, Direktur Planologi Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Ruang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, tertanggal 29 Agustus 2023.
Surat tersebut ditujukan kepada Direktur Utama PT PKSK yang pada pokoknya menolak Permohonan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan.
Menurut Boyamin, selain melakukan dugaan pidana kehutanan, pemilik PT PKSK, ATT dan JYY diduga menjual dokumen RKAB tahun 2022 sebanyak 385.692.183 metric ton. Atau, 47 tongkang untuk kepentingan pemasaran nikel PT DD Group senilai Rp 270 miliar.
Hal itu, lanjut dia, terbukti dari Jetty/Pelabuhan yang digunakan, yakni Jetty/Pelabuhan DD Group yang jaraknya sekitar 60 km dari konsesi PT PKSK yang tidak memiliki akses jalan hauling.
Berdasarkan data penjualan di Ditjen Minerba, dengan dugaan memakai Iup OP PT MBS, AT diduga menjual dokumen RKAB Tahun 2022 untuk kepentingan pemasaran nikel PT TT dan CV UBB sebanyak 349.130.58 metric ton atau 43 tongkang senilai Rp 248 miliar.
“Dugaan Perbuatan ini melanggar Peraturan Menteri ESDM RI No. 07 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 66 huruf b. Pemegang IUP dilarang menjual hasil penambangan yang bukan dari hasil penambangan sendiri,” ujar Boyamin.
PT PKSS dan PT MBS diduga melakukan penambangan nikel Illegal dengan merambah kawasan hutan, yang diduga merugikan negara triliunan rupiah.
“Kondisi ini telah diperparah dengan dugaan sikap Ditjen Minerba yang malahan mendorong terjadinya kerugian negara, dengan memberikan persetujuan RKAB yg diduga melanggar ketentuan yang berlaku” ujarnya lagi.
Berdasarkan temuan MAKI ini, ATT, JYY dan kawan-kawan dugaan dikualifisir telah melanggar Pasal 78 ayat (2) Jo Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-Undang RI Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam paragraph 4 Pasal 36 Angka 19 pasal 78 ayat (2) dan ayat (11) Jo. Pasal 36 Angka 17 Pasal 50 Ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja Jo. Paragraf 4 Pasal 36 Angka 19 pasal 78 ayat (3) dan ayat (11) Jo. Pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang jo UU Korupsi jo TPPU, yang merugikan negara sedikitnya Rp3,7 Triliun rupiah.
IUP OP YANG DIDUGA PASLU
IUP OP dengan Kode Wilayah: KW 07. STP 082, yang terletak di Desa Waturambaha, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabulaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, seluas 218 hektar, yang berlaku hingga tahun 2031 sejatinya milik PT. SJM, berdasarkan Keputusan Bupati Konawe Utara, Drs. H. ASn. P, M.SI, Nomor: 291/Tahun 2011 tanggal 27 Juli 2011.
Pada tanggal 12 Oktober 2011, melalui surat No: 108/SJM/X/2011, MER selaku Direktur PT SJM yang diduga palsu, menyampaikan Permohonan kepada Bupati Konawe, Drs H ASN yang pada pokoknya “mengajukan” Perubahan Nama Perusahaan, Direksi dan Komisaris PT. SJM menjadi PT. PKSS. Padahal PT. PKSS sendiri baru didirikan pada tahun 2017, berdasarkan Akte Nomor 86 yang diterbitkan Notaris RR di Kota Kendari tertanggal 26 Nopember 2017, dan mendapat Pengesahan dari Dirjen AHU tanggal 23 Januari 2018, sesuai Nomor SK: AHU-0003074.AH.01.01. Tahun 2018.
Pada tanggal 18 Oktober 2011, melalui surat yang diduga palsu, yakni Nomor : 540/484/2011, Bupati Konawe Utara, Drs ASN diduga menyalahgunakan wewenang dengan menyetujui perubahan nama perusahaan yang semula PT. SJM menjadi PT. PKSS, dengan susunan Direksi yang semula Direktur Utamanya MER menjadi AT.
Berdasarkan surat-surat yang diduga palsu tersebut, AT selaku Direktur Utama PT. PKSS, mengurus penerbitan Pertimbangan Teknis oleh Dinas Pertambangan Provinsi Sulawesi Tenggara yang selanjutnya dipakai sebagai syarat administratif perubahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT SJM kepada
PT. PKSS oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Tenggara.
Mantan Bupati Konawe Utara, Drs. H. ASn sendiri sudah ditetapkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagai tersangka, dengan dipersangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,
Peralihan IUP OP dari atas nama PT SJM menjadi PT PKSS, selain diduga palsu, juga diduga melanggar UU No. 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 93: “Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain”.
Selain melanggar Permen ESDM RI No. 42 Tahun 2017 Pasal 23 jo Permen No. 48 Tahun 2017 Pasal 14 s/d 16 jo Kepmen ESDM No. 1798K/30/MEM/2018 jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 93A jo Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 Pasal 13 jo Kepmen ESDM RI No. 78.K/NB.01/MEM.B/2022. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post