ASIATODAY.ID, JAKARTA – Sejumlah elemen yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia meminta pemerintah dan DPR RI untuk menunda pembahasan dan pengesahan rancangan undang-undang (RUU) Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Pasalnya, proses pembahasan revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba tersebut terkesan terburu-buru dan minim partisipasi publik.
Menurut Aryanto Nugroho, peneliti Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, secara proses, pembahasan RUU Minerba di Komisi VII DPR RI sangat tertutup dan minim partisipasi publik. Bahkan, pembahasan di tingkat panitia kerja (panja) pun sangat terbatas.
“Keterlibatan publik sangat minim dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU), dialog-dialog publik, maupun forum resmi lainnya yang dilakukan Panja RUU Minerba dengan mengundang stakeholder,” kata dia dalam keterangan pers, yang diterima Sabtu (4/4/2020).
Semestinya, DPR RI mengundang dan meminta pandangan dari masyarakat terdampak di sekitar tambang, pemerintah daerah penghasil sumber daya alam (SDA), kalangan akademisi, pemerhati energi, organisasi masyarakat sipil, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta pemerintah daerah lainnya.
Selain itu, kalangan aktivis ini juga curiga lantaran Panja RUU Minerba telah menyelesaikan pembahasan 938 daftar invetarisasi masalah (DIM) RUU Minerba dalam sidang-sidang tertutup di kurun waktu beberapa hari saja.
“Minimnya aspirasi dan kontrol publik di masa pendemik Covid-19 ini dapat menimbulkan kecurigaan akan rawan terjadi deal-deal di belakang layar yang bisa saja hanya untuk kepentingan segelintir orang,” jelas Aryanto.
Oleh karena itu, koalisi meminta DPR RI untuk membatalkan pengesahan RUU Minerba. Rencananya, dewan akan mengundang lima menteri terkait pada Rabu, 8 April mendatang dengan agenda pengambilan keputusan tingkat I pembahasan RUU Minerba.
Selain PWYP Indonesia, ada 38 organisasi lain yang turut tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia, antara lain, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam, Lokataru, Auriga Nusantara, Greenpeace Indonesia , dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) .
Turut Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) , Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) , Institute for Essential Services Reform (IESR) , Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Indonesia Corruption Watch, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa Universitas Padjajaran (Unpad), serta BEM Universitas Brawijaya. (AT Network)
Discussion about this post