ASIATODAY.ID, JAKARTA – Akankah Malaysia mengikuti jejak Indonesia menggugat Uni Eropa (UE) di World Trade Organization (WTO) terkait diskriminasi sawit?
Pertanyaan ini mengemuka di kalangan pelaku industri sawit di tanah air. Pasalnya, Indonesia dan Malaysia merupakan negara yang paling terdampak oleh kebijakan UE lantaran keduanya merupakan produsen utama CPO dan produk turunannya yang terbesar di dunia.
Sejatinya, langkah Malaysia agar mengikuti jejak Indonesia sangat dinantikan untuk mengajukan gugatan mengenai penerapan Renewable Energy Directive II (RED II) yang dilakukan oleh Uni Eropa.
Harapan tersebut muncul setelah Pemerintah Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss resmi mengajukan gugatan terhadap UE di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) pada 9 Desember 2019.
Gugatan itu dilayangkan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan RED II dan Delegated Act yang dinilai mendiskriminasikan produk minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya dari proses importasi minyak nabati di UE.
Menurut Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan dan Keberlanjutan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang, langkah Indonesia memasukkan gugatannya kepada UE melalui WTO harus segera diikuti oleh Malaysia.
“Jika gugatan Indonesia terhadap UE mengenai penerapan RED II dimenangkan oleh WTO, tentu akan memberikan sentimen positif bagi industri CPO dan turunannya pada masa depan. Terlebih, Indonesia bakal menerapkan mandatori biodiesel B30 mulai 2020, sehingga dapat mengurangi tekanan dari sisi kelebihan pasokan CPO di pasar global,” terangnya saat dihubungi Selasa (17/12/2019).
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Malaysia Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Master P. Tumanggor juga berharap agar Malaysia segera mengajukan gugatan resminya kepada UE melalui WTO. Pasalnya, langkah tersebut akan memperbesar potensi kemenangan dalam proses persidangan di WTO melawan UE.
Sebelumnya, dalam pertemuan negara anggota Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) pada November lalu, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menyatakan kesiapannya untuk mengajukan gugatan kepada UE melalui WTO. Hal itu menurutnya, dilakukan sebagai bukti bahwa negara CPOPC tidak tinggal diam ketika mendapati praktik dagang diskriminatif dan curang yang dilakukan oleh UE.
Menteri Perdagangan Indonesia Agus Suparmanto Indonesia telah resmi mengirimkan Request for Consultation pada 9 Desember 2019 kepada UE sebagai tahap inisiasi awal dalam gugatan. Menurutnya, keputusan ini dilakukan setelah melakukan pertemuan di dalam negeri dengan asosiasi dan pelaku usaha produk kelapa sawit.
“Kajian secara ilmiah untuk memperkuat petimbangan melakukan gugatan juga sudah kami lakukan selain melakukan konsultasi ke semua pemangku kepentingan sektor kelapa sawit dan turunannya,” jelasnya melalui keterangan tertulisnya Minggu (15/12/2019).
Menurutnya, gugatan ini dilakukan sebagai keseriusan Pemerintah Indonesia dalam melawan diskriminasi yang dilakukan UE melalui kebijakan RED II dan Delegated Act. Kebijakan-kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasi produk kelapa sawit karena membatasi akses pasar minyak kelapa sawit dan biofuel berbasis minyak kelapa Sawit. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post