ASIATODAY.ID, JAKARTA – Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengungkap dampak buruk perubaham iklim global.
Menurut laporan FAO yang dirilis Kamis (8/8/2019), jika perubahan iklim dibiarkan tidak terkendali, kenaikan suhu, cuaca ekstrem dan penurunan lahan dapat memicu krisis pangan dunia.
Laporan dikerjakan oleh 100 ilmuwan dari seluruh dunia itu meneliti bagaimana pertanian akan dipengaruhi oleh pemanasan global, serta bagaimana produksi pangan dan perubahan lain dalam penggunaan lahan diharapkan berkontribusi terhadap perubahan iklim di masa depan.
Laporan menyimpulkan bahwa jika suhu global rata-rata naik 2 derajat Celcius (C) risiko ketidakstabilan pasokan makanan diproyeksikan akan sangat tinggi.
Salah satu cara utama produksi pangan dapat dipengaruhi oleh peristiwa cuaca ekstrem. Penelitian telah menunjukkan bahwa perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan cuaca ekstrem, menyebabkan hujan lebih dan badai atau menyebabkan gelombang panas ekstrem panjang, yang dapat mengganggu tanaman atau mengubah musim tanam.
Cynthia Rosenzweig, seorang ilmuwan peneliti senior di NASA Goddard Institute for Space Studies di New York City dan salah satu penulis utama laporan, mengatakan dunia bergantung pada perdagangan untuk mengakses makanan.
“Kami melihat ada saling keterkaitan yang tumbuh dalam sistem pangan kita,” kata Rosenzweig mengutip NBC News, Minggu (18/8/2019). “Ada perdagangan di semua tempat, dan potensi kegagalan meningkat,” jelasnya.
Pada bulan Juli, gelombang panas hebat yang melanda Eropa telah memperburuk kondisi kekeringan di Perancis, memengaruhi tanaman untuk dipanen, di mana Prancis satu produsen biji-bijian terbesar di Uni Eropa.
“Di masa lalu, cuaca buruk di satu daerah bisa digantikan karena cuaca lebih baik terjadi di daerah lain, tetapi beberapa penelitian kami menunjukkan saat suhu meningkat 2 derajat Celcius, kemungkinan produsen biji-bijian masalah di tempat yang sama,” kata Rosamond Naylor, direktur Pusat Ketahanan Pangan dan Lingkungan di Universitas Stanford, yang tidak terlibat dengan laporan tersebut.
Naylor menyarankan bahwa pemanasan global dapat membuat hama berkembang biak lebih cepat dan dapat melemahkan kemampuan tanaman tertentu melawan penyakit.
“Ini mulai terlihat di daerah tropis, di mana hama bertahan sepanjang tahun dan mereka jauh lebih sulit untuk dikendalikan,” jelasnya.
Penelitian juga menunjukkan bahwa menyebarkan karbondioksida ke atmosfer, terutama melalui aktivitas manusia seperti membakar bahan bakar fosil, dapat menurunkan kualitas nutrisi pada tanaman tertentu.
Sebagai contoh, laporan tersebut mengidentifikasi penelitian tentang gandum yang ditanam di lingkungan dengan konsentrasi karbon dioksida yang tinggi, dan menemukan bahwa gandum mengandung 13 persen lebih sedikit protein dan 8 persen lebih sedikit zat besi.
Hasil serupa telah ditemukan dengan tanaman lain, kata Rosenzweig, tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami bagaimana perubahan iklim akan mempengaruhi nilai gizi makanan.
Pamela McElwee, seorang profesor ekologi manusia di Rutgers University dan penulis utama satu bab dalam laporan, mengatakan bahwa melestarikan hutan hujan di seluruh dunia tidak akan cukup untuk mengimbangi perubahan iklim yang disebabkan manusia.
“Solusi iklim alami tidak cukup mengataasi masalah perubahan iklim,” katanya.
Laporan itu juga menyarankan perubahan pola makan yang dapat mengurangi dampak pemanasan global.
“Jika orang mengurangi makan daging merah, itu dapat menyebabkan pengurangan besar dalam emisi gas rumah kaca,” kata Gerber. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post