ASIATODAY.ID, YANGON – Krisis politik di Myanmar belum juga menemukan jalan keluar dan dikhawatirkan akan berlangsung lama.
Pasalnya, Pemerintah Persatuan Nasional (National Unity Government/NUG) mengatakan tidak akan bernegosiasi dengan rezim militer Myanmar yang bertentangan dengan keinginan rakyat, meskipun ada seruan dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk melakukan pembicaraan.
Ini adalah penolakan kedua untuk bekerja sama oleh pemerintah bayangan setelah menolak pernyataan bersama junta-ASEAN yang mengatakan, “semua pihak harus menahan diri sepenuhnya”. NUG mengatakan satu-satunya pelaku kekerasan adalah rezim militer.
KTT ASEAN yang dihadiri oleh pemimpin kudeta Jenderal Senior Min Aung Hlaing pada 24 April, menyerukan konsensus lima poin, termasuk dialog di antara semua pihak untuk mencari solusi damai.
Berbagai pihak di Myanmar kecewa dengan ASEAN yang tidak menyertakan NUG dari KTT di Jakarta dan percaya itu menunjukkan bahwa ASEAN tidak memahami situasinya.
Kegagalan para pemimpin ASEAN untuk menuntut pembebasan tahanan telah membuat banyak orang di Myanmar kecewa. Rakyat Myanmar mengatakan bahwa mereka sudah memiliki pemerintahan sipil yang dipilih secara demokratis pada Pemilihan Umum 2020.
Min Aung Hlaing mengatakan, dia akan mempertimbangkan langkah-langkah yang direkomendasikan para pemimpin ASEAN untuk menyelesaikan krisis setelah situasi stabil.
ASEAN berencana mengirim utusan ke Myanmar minggu depan untuk mengadakan pembicaraan lebih lanjut dengan Min Aung Hlaing dan para pemimpin junta lainnya.
Hanya sedikit orang di Myanmar yang memiliki harapan ASEAN dapat menyelesaikan krisis tersebut.
Pada Sabtu, Duwa Lashi La, wakil presiden NUG, mengatakan Myanmar menghargai upaya ASEAN untuk mengakhiri krisis tetapi blok tersebut harus mendengarkan rakyat Myanmar.
“Jalan untuk negosiasi yang disepakati pada KTT ASEAN bukanlah yang diinginkan oleh rakyat Myanmar,” kata Duwa Lashi La, seperti dikutip dari Irrawady, Senin (10/5/2021).
Dia mengatakan NUG akan mempertimbangkan negosiasi hanya jika publik menginginkan pembicaraan.
Warga sipil telah mempersenjatai diri dengan senapan angin, senjata api, dan ketapel buatan sendiri sejak 14 Maret ketika rezim militer meningkatkan tindakan kerasnya terhadap protes damai, menyebabkan sekitar 100 orang tewas dalam satu hari.
Wilayah Sagaing dan Magwe serta Negara Bagian Chin mengalami peningkatan jumlah serangan terhadap pasukan junta oleh pasukan perlawanan sipil. Kekuatan pertahanan rakyat telah dibentuk di tempat lain.
NUG membentuk kekuatan pertahanan rakyat pada Rabu untuk menghentikan kekerasan rezim dan mengakhiri lebih dari 70 tahun perang saudara.
Tindakan keras rezim terhadap pengunjuk rasa, penahanan massal, dan penggerebekan terus berlanjut.
Antara kudeta 1 Februari dan Sabtu, lebih dari 770 orang telah dibunuh oleh junta, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
Sementara lebih dari 3.800 orang, termasuk para pemimpin terpilih, anggota Liga Nasional untuk Demokrasi, komisioner pemilu, dokter, jurnalis, penulis, pengunjuk rasa, dan seniman, telah ditahan. (ATN)
Discussion about this post