ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pasien coronavirus (Covid-19) meledak di Indonesia.
Pada Sabtu (6/6/2020), jumlah kasus positif bertambah 993 orang. Penambahan kasus ini berdasarkan pemeriksaan spesimen dengan metode real time polymerase chain reaction (RT PCR) dan tes cepat molekuler (TCM).
“Total kasus positif hari ini menjadi 30.514 kasus. Kemudian pasien meninggal menjadi 1.801 pasien,” terang juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto saat konferensi pers reguler di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Sabtu (6/6/2020).
Sementara, jumlah pasien sembuh juga terus bertambah dan hingga hari ini mencapai 9.907 orang.
“Dari kasus positif, penambahan orang yang sembuh sebanyak 464,” jelasnya.
Adapun jumlah orang dalam pemantauan (ODP) mencapai 46.571 orang. Sementara jumlah kasus pasien dalam pengawasan (PDP) 13.347 orang.
Virus ini telah menyerang 34 provinsi dengan total 421 kabupaten di Indonesia.
Yuri mengimbau masyarakat tetap menaati protokol kesehatan. Apalagi, penularan virus corona bisa berasal dari orang tanpa gejala (OTG).
“Mari kita mengubah cara hidup kita untuk lebih sehat dan lebih aman agar bisa terhindar dari kemungkinan penularan,” imbuhnya.
Efek Pelonggaran PSBB
Rekor tertinggi pasien Covid-19 ini terjadi pasca pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau masa transisi jelang new normal.
Beberapa pihak terutama ahli kesehatan sudah memprediksi hal ini bisa terjadi ketika pemerintah memutuskan melonggarkan kebijakan PSBB.
Ketua Departemen Epidemiologi FKM UI Tri Yunus Miko Wahyono sebelumnya pernah mengatakan, gelombang kedua penyebaran Covid-19 masih berpotensi terjadi di Indonesia. Hal itu tercermin dari jumlah kasus di beberapa daerah seperti Jakarta yang masih tinggi.
Langkah antisipasi perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran wabah terutama dengan mengurangi klaster-klaster penyebar Covid-19.
Senada dengan Tri Yunus, Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastro Entero Hepatologi, Prof. dr. Ari Fahrial Syam Indonesia menegaskan Indonesia terbilang masih riskan untuk menerapkan tatanan hidup baru atau new normal dalam waktu dekat. Sebab, angka penularan virus corona masih terbilang tinggi.
Menurutnya, dari data kasus positif, Indonesia masih dalam zona merah, dan jumlah kasus masih terus meningkat. Sehingga jika new normal dipaksakan dan orang kembali beraktifitas maka angka infeksi masih cukup tinggi.
Fahrial juga menegaskan, alasan lainnya karena angka kematian di Indonesia yang tergolong besar yakni 6 persen, juga kesiapan masyarakat yang dinilai belum mampu 100 persen menjalankan protokol kesehatan.
Kekhawatiran itu terbukti. Kini, selang beberapa hari rencana new normal dicetuskan, kasus positif virus corona langsung meledak.
Peningkatan kasus pasca pelonggaran PSBB ini bukan hanya terjadi di Indonesia, yang seharusnya menjadi pembelajaran bagi pemerintah Indonesia sebelum memutuskan rencana new normal.
Misalnya saja di China, sebagai epicentrum virus corona, sebulan setelah menyatakan bebas Covid-19, tiba-tiba saja kasus baru muncul dengan jumlah yang cukup tinggi.
Kemudian, di Korea Selatan 100 kasus baru muncul hanya berselang kurang dari 10 hari warganya mulai beraktifitas normal.
Yang terbaru adalah di Arab Saudi yang juga mencatatkan pelonjakan kasus baru dalam 5 hari setelah pelonggaran, yang akhirnya membuat kebijakan jam malam pun kembali diberlakukan per 5 Juni 2020 lalu.
Para ahli kesehatan dunia pun bahkan telah memprediksi gelombang kedua wabah covid-19 bisa lebih besar daripada gelombang pertama.
Pawel Grzesiowski dari Foundation of the Institute of Infection Prevention mengatakan pandemi global ini tidak melemah. Tingkat keparahannya di berbagai negara masih bervariasi tergantung kondisi setempat.
Dengan kondisi demikian, Grzesiowski khawatir beberapa negara mulai merencanakan pelonggaran upaya pembatasan jarak sosial hingga pelonggaran pembatasan perjalanan. Menurutnya, hal ini memunculkan tantangan baru dan dapat menyebabkan gelombang kedua infeksi.
Sementara itu, Andrea Ammon dari European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC) mengatakan bahwa gelombang infeksi kedua sangat mungkin terjadi, jika masyarakat melanggar aturan-aturan jarak sosial yang telah ditetapkan.
Grzesiowski juga berpendapat bahwa masyarakat yang lebih besar, yang berada di ruang publik membantu memfasilitasi penyebaran virus corona, “Kita harus ingat bahwa semakin banyak orang berkumpul di satu tempat, semakin tinggi risiko infeksi,” katanya.
Mengacu pada data dan fakta tersebut, besar kemungkinan pelonggaran PSBB dan new normal di Indonesia akan membuat kasus positif covid-19 kian meledak. (ATN)
Discussion about this post