ASIATODAY.ID, JAKARTA – Sindikat narkoba di Asia Tenggara menghasilkan lebih dari US$ 60 miliar (sekitar Rp 203 triliun per tahun dari pasokan narkoba metamfetamin.
Studi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang dipaparkan Kamis (18/7/2019), geng-geng narkoba itu mencuci keuntungan uang melalui jumlah kasino yang menjamur di kawasan Asia.
Menurut laporan Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) berjudul “Studi Kejahatan Terorganisasi Transnasional di Asia Tenggara: Studi Evolusi, Pertumbuhan dan Dampak”, kelompok organisasi kejahatan itu juga ikut membonceng perbaikan infrastruktur untuk memperluas jangkauan distribusi narkoba produksi Myanmar ke pasar obat terlarang, bahkan hingga Australia dan Jepang.
Penelitian yang dilakukan Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC), memperingatkan aliran narkoba ini membuat harga pasaran jatuh dan memicu krisis kecanduan.
“Satu perkiraan konservatif yang aman dan lebih dari US$ 60 miliar per tahun, sedang dinaikkan oleh para penguasa metamfetamin Asia Tenggara saja,” kata Jeremy Douglas, perwakilan regional UNODC, kepada wartawan di Bangkok yang dilansir Minggu (21/7/2019).
Menurut laporan tersebut, penyitaan metamfetamin baik tablet “yaba” yang mirip kafein maupun versi kristal atau es “met” yang lebih adiktif dan ampuh, telah meningkat tiga kali lipat selama lima tahun terakhir. (AT)
Discussion about this post