ASIATODAY.ID, OGAN KOMERING ILIR – Ratusan warga di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, beramai-ramai berburu harta karun yang diyakini jejak peninggalan Kerajaan Sriwijaya di lahan bekas kebakaran hutan dan lahan. Perburuan massal bahkan masih terus berlangsung di Pantai Timur, OKI hingga Selasa (8/10/2019).
Harta karun yang diburu tersebut berupa cincin, manik-manik, hingga lempengan yang terbuat dari logam mulia, emas.
Dengan menggunakan berbagai peralatan, warga terus menggali dan mengais setiap sudut permukaan tanah yang mereka yakini terdapat harta karun.
Menurut arkeolog, temuan itu memiliki nilai sejarah tinggi karena usianya bisa jadi sebelum masa Kerajaan Sriwijaya ada. Tapi masyarakat pemburu harta karun, memilih untuk menjualnya ke toko emas demi mendapatkan uang kontan.
Kepala Balai Arkeologi Sumsel, Budi Wiyana, mengatakan proses peninjauan akan dilakukan bersama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi, Polda Sumsel dan Pemkab OKI.
“Hari ini kami akan berangkat ke lokasi, salah satu misi kami yakni mensosialisasikan kepada para pemburu agar mau melaporkan temuannya kepada balai arkeologi,” ujar Budi Wiyana.
Dia mengungkapkan, Pemprov Sumsel harus mengambil langkah tegas agar pemburuan harta karun dapat dihentikan, sebab lokasi tersebut masih wilayah penelitian balai Arkeologi Sumsel.
Ia khawatir semakin banyak benda cagar budaya yang ditemukan di Cengal dan Tulung Selapan OKI akan menghilangkan alur sejarah terutama di kawasan yang sudah diteliti.
Fenomena perburuan harta karun juga pernah terjadi di wilayah yang sama pada 2015, satu tahun setelahnya Balai Arkeologi Sumsel meneliti wilayah tersebut dan berhasil menemukan data-data penting terkait kehidupan masa pra-Sriwijaya.
“Dari berbagai temuan seperti gerabah, perhiasan, perahu, patut diduga wilayah itu merupakan pemukiman lama dengan rentang waktu pra-Sriwijaya, masa Sriwijaya dan pasca-Sriwijaya,” kata Budi.
Ia pun menghimbau masyarakat agar tidak lagi mencari barang cagar budaya di wilayah itu karena bisa berpotensi pidana menurut pasal 103 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya.
Pasal tersebut berbunyi setiap orang tanpa izin pemerintah daerah melakukan pencarian cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (4) dipidana paling singkat 3 bulan dan paling lama 10 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp1 Milyar.
“Maka dari itu, bagi yang sudah menemukan barang bersejarah agar dapat melaporkan ke balai arkeologi untuk didata, sesudahnya boleh dimiliki secara pribadi dengan aturan-aturan yang ada,” terang Budi.
Cerita Warga Temukan Emas
Perburuan harta karun ini rupanya tidak hanya dilakukan oleh masyarakat setempat, namun banyak warga dari luar daerah yang tertarik untuk berburu harta karun ini.
Salah seorang warga bernama Imran mengaku untuk mencari barang antik tersebut dirinya harus mengeluarkan modal setidaknya Rp300 ribu selama sepekan terakhir.
Lokasi tersebut memang berada di kawasan pantai timur Sumatera atau daerah paling luar Sumatera Selatan yang membutuhkan waktu kurang lebih 4 jam untuk sampai ke lokasi.
“Selain akses jalan darat, kami juga harus naik perahu ketek selama lebih kurang 40 menit dengan ongkos Rp20 Ribu,” ujar Imran.
Imran menuturkan, selama berada di lokasi dia pernah mendapat serbuk emas dan dijual dengan harga Rp400 ribu per gram.
“Pernah dapat serbuk emas, kalau barang lain tidak pernah. Yang ke sini banyak sekali jadi mesti cepat, ada yang sendirian maupun berkelompok,” ujarnya.
Sementara Kepala Seksi Pemerintahan Kecamatan Cengal, Abdul Maja menuturkan dirinya sempat mendatangi lokasi bersama warga sekitar.
“Memang ada warga yang menemukan barang antik dan lempengan emas, bahkan ada yang mendapat cincin bagi yang beruntung,” jelasnya. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post