ASIATODAY.ID, JAKARTA – Institute for Management Development (IMD) telah meluncurkan laporannya bertajuk ‘World Competitiveness Yearbook 2022’ atau Peringkat Daya Saing Global 2022.
Dalam laporan itu, posisi Indonesia turun drastis ke peringkat 44, dibandingkan tahun sebelumnya di peringkat 37. Peringkat ini merupakan yang terendah selama 5 tahun terakhir.
Secara terperinci, pada tahun 2018, peringkat daya saing Indonesia berada pada posisi 43, 2019 peringkat 32, pada 2020 peringkat 40, dan 2021 peringkat 37.
Dalam laporan tersebut, IMD melakukan penilaian terhadap 63 negara. Pada tahun ini, Denmark menempati peringkat pertama sebagai negara memiliki daya saing tertinggi, dari tahun lalu di posisi ketiga. Adapun peringkat 63 dipegang Venezuela, 5 tahun berturut-turut berada di posisi terakhir.
Indonesia berada satu peringkat di bawah Kazakhstan yang berada di peringkat 43 dan di atas Chile yang berada di peringkat 45.
Untuk peringkat berdasarkan kondisi ekonomi, Indonesia berada di peringkat 42, menurun dari posisi tahun lalu 35. Untuk kategori efisiensi pemerintah, Indonesia berada di peringkat 35, turun dibandingkan posisi tahun lalu peringkat 26. Selain itu, untuk kategori efisiensi bisnis, Indonesia berada di posisi 31, juga menurun dari posisi tahun lalu peringkat ke 25.
Meski demikian, untuk kategori infrastruktur, posisi Indonesia naik ke peringkat 52, dari tahun lalu di peringkat 57.
“Tekanan inflasi memiliki dampak lebih besar pada bisnis dan daya saing ekonomi. Tantangan global lainnya yang berdampak pada daya saing negara, yakni varian Covid-19 yang muncul dalam intensitas berbeda serta kebijakan nasional berbeda untuk mengatasi pandemi, dan invasi Ukraina oleh Rusia,” kata Kepala Ekonom IMD, Christos Cabolis dalam keterangan tertulisnya Selasa (21/6/2022).
Menurut IMD, terdapat sejumlah tantangan yang akan dihadapi pemerintah pada tahun ini untuk meningkatkan daya saing.
Pertama, menetapkan prioritas strategi pembangunan pada era-pasca pandemi dengan mengawasi sektor keuangan agar lebih berperan aktif dalam pertumbuhan kredit.
Kedua, mendorong regulasi efektif untuk menciptakan daya saing, serta penguatan kebijakan di bidang kesehatan dan pendidikan sebagai sumber daya saing di masa depan. (ATN)
Discussion about this post