ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia tidak boleh mengandalkan negara-negara barat terutama Amerika Serikat (AS) dalam pengadaan Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutsista) untuk memperkuat pertahanan udara.
Demikian diungkapkan Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN), Dradjad Wibowo, Rabu (9/3/2022).
Dradjad yang pernah bergelut dalam dunia intelijen, mengungkapkan, ada dua poin yang harus diperhatikan dalam persoalan pertahanan.
Pertama, doktrin pertahanan harus diperluas. “Jangan lagi tergantung pada Barat terutama Amerika Serikat, khususnya dalam pengadaan alutsista,” kata Dradjad.
Belajar dari pengalaman negara-negara yang sangat mengandalkan Barat terutama AS untuk pertahanan nasionalnya, Drajad mencontohkan apa yang terjadi di Afghanistan dan Ukraina.
“Saat AS membuat deal dengan Taliban maka pemerintah Afghanistan ditinggal begitu saja. Begitu juga yang terjadi dengan para pejuang Suriah yang melawan Bashar al-Assad. Ketika Aleppo dibom habis-habisan ternyata Barat tidak berbuat apa-apa. Terakhir adalah Ukraina. Memang Barat gegap gempita membantu Ukraina, tetapi yang paling dibutuhkan Ukraina adalah wilayah larangan terbang, karena di situ mereka sangat rentan dengan serangan rudal, pesawat udara Rusia,” jelasnya.
Tapi ternyata Barat dalam konteks ini NATO tidak mau konflik dengan Rusia sehingga tidak memenuhi permintaan larangan terbang dari Presiden Ukraina.
“Artinya, pada titik yang sangat krusial, Barat, NATO, khususnya AS akan lebih mementingkan kepentingan nasionalnya sendiri. Sehingga negara-negara, seperti Indonesia tidak bisa mengandalkan mereka untuk pertahanan nasionalnya. Bahkan Barat pun bisa kita persempit lagi ke negara-negara anglo saxons, Amerika, Inggris, Australia. Mereka cenderung membentuk kelompok eksklusif yang mengabaikan negara Barat yang bukan anglo saxons,” papar Dradjad.
Intinya kata Drajad, Indonesia tidak bisa mengandalkan Barat dalam doktrin pertahanan nasional khususnya dalam pengadaan alutsista.
“Sumber pengadaan alutsista apalagi untuk pertahanan udara harus diperluas,” ungkapnya.
Kedua, langit Indonesia harus diproteksi dengan sangat kuat. Sistem pertahanan udara harus ditingkatkan secara drastis. Pertahanan udara ini bukan hanya dari sisi Angkatan Udara, tapi juga Darat maupun Laut.
“Intinya kita harus melindungi langit Indonesia dari segala bentuk ancaman,” kata Dradjad.
Menurut Drajad, proteksi tinggi terhadap langit Indonesia, harus dilakukan karena belajar dari pengalaman yang terjadi di Irak ketika diserang AS, Palestina yang diserang Israel, dan yang terjadi di Ukraina.
Negara-negara yang memiliki kekuatan superior di kekuatan udara, menurut Dradjad, bisa dengan mudah meluluh lantakan target militer maupun kota. Beberapa kota yang dibom, termasuk fasilitas sipilnya kena sehingga takluk.
“Grozny, Chenchen dulu takluk dihajar kotanya. Begitu juga dengan Aleppo,” papar ekonom Indef ini.
Superioritas di udara memberi keuntungan yang luar biasa bagi negara-negara yang memiliki kekuatan tersebut.
“Saya tidak bicara 5 atau 10 tahun, kita bicara pertahanan untuk 25 atau 50 tahun ke depan. Kita tidak tahu ancaman dari utara maupun selatan Indonesia,” imbuhnya.
Karena Indonesia tidak bersikap agresif, kata Dradjad, kuncinya adalah Indonesia harus mampu melindungi langitnya dari serangan udara baik itu serangan rudal maupun pengeboman pesawat.
“Kita bisa melihat bagaimana Israel melindungi langitnya dengan kubah bajanya. Itu rudal-rudal anti serangan udara,” paparnya.
Untuk memperkuat perlindungan langit Indonesia, bisa dilakukan dengan dua cara.
Pertama dengan membeli pesawat tempur maupun rudal antiserangan udara dari berbagai negara.
“Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo saya kira paham betul dimana saja harus membeli,” ungkap Dradjad.
Tapi yang penting adalah tehnologi militer harus ditingkatkan secara drastis. Indonesia tidak lagi hanya bicara membuat senapan.
“Bedil (senapan) itu penting, tapi teknologi yang lebih advance untuk melindungi langit kita, entah itu pesawat tempur, peluru kendali. Hal ini harus segera dimulai karena untuk bicara sistem pertahanan tidak hanya satu atau dua tahun,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post