ASIATODAY.ID, JAKARTA – Permintaan global terhadap produk rempah-rempah diproyeksikan semakin sejalan dengan meningkatnya industri makanan dan minuman, restoran, serta kosmetik.
Indonesia akan memanfaatkan ceruk pasar itu dengan berbagai strategi.
“Pemerintah terus melakukan berbagai terobosan untuk meningkatkan ekspor rempah di tatanan kehidupan normal baru saat ini,” kata Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kasan melalui keterangan tertulisnya, Minggu (28/6/2020).
Menurut Kasan, kerja sama dengan negara tujuan ekspor perlu dilakukan lebih cepat untuk menangkal potensi peningkatan ekspor secara maksimal. Perdagangan tidak boleh berhenti karena alasan pandemi covid-19 yang merupakan momentum naiknya produk untuk menjaga imunitas tubuh.
“Langkah-langkah yang akan dilakukan Kemendag antara lain dengan melakukan pemetaan produk dan pasar ekspor, penguatan promosi dagang, pengembangan produk ekspor, dan penguatan sumber daya manusia (SDM),” ujar Kasan.
Direktur Pengembangan Produk Ekspor Kementerian Perdagangan Olvy Andrianita memaparkan bahwa pada Januari-April 2020 nilai permintaan rempah tercatat sebesar USD218 juta. Angka tersebut meningkat sekitar 19,28 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Strategi yang akan diperkuat meliputi penguatan daya saing komoditas dengan memanfaatkan pasar ekspor luar negeri.
Teknisnya dilakukan dengan cara promosi, penetrasi, dan pengembangan komoditas. Kemudian memfasilitasi dunia usaha agar dapat dengan mudah menyertifikasi indikasi geografis, sertifikasi organik, serta sertifikasi halal ke negara tujuan ekspor.
“Upaya peningkatan perdagangan dilakukan melalui pengembangan sertifikasi produk dan peningkatan food safety dari tingkat petani. Sehingga, produk rempah harus dipastikan dahulu terbebas dari salmonella dan aflatoksin,” paparnya.
Selain itu, Indonesia perlu mengembangkan rempah organik lantaran tengah diminati oleh pasar Eropa. Penguatan lainnya juga perlu dilakukan dengan terus berpromosi produk rempah yang belum dikenal seperti kunci dan temulawak.
Penguatan jejaring perwakilan Indonesia di luar negeri dan perwakilan perdagangan baik Atase Perdagangan, Indonesian Trade Promotion Center (ITPC), dan Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI) juga penting untuk dilakukan. Kemudian mengoptimalkan pemanfaatan resi gudang untuk menjaga kualitas produk yang disimpan.
“Untuk meningkatkan ekspor rempah, Pemerintah berupaya mendorong penetrasi ekspor ke negara nontradisional seperti Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan Pakistan. Selain itu, rempah tanah air juga potensial diekspor ke Bosnia dan Eropa Timur,” ujar Olvy.
Indonesia berada pada peringkat enam dunia eskportir rempah dengan pangsa pasar 6,03 persen setelah India (pangsa pasar 18,75 persen), Tiongkok (14,25 persen), Vietnam (7,14 persen), Madagaskar (6,47 persen), dan Guatemala (6,37 persen).
Pada periode Januari-April 2020, nilai ekspor rempah Indonesia mencapai USD218,69 juta atau meningkat 19,28 persen dibandingkan periode yang sama 2019. Komoditas ekspor rempah utama Indonesia selama 2019 adalah lada (pangsa pasar 22,04 persen), cengkeh (16,65 persen), bubuk kayu manis (12,16 persen), vanila (10,42 persen), dan pala (10,09 persen).
Kelima produk ini merupakan komoditas utama rempah dengan jumlah pangsa pasar sebanyak 71,36 persen dari total ekspor rempah Indonesia di 2019.
Negara tujuan ekspor utama produk rempah Indonesia pada 2019 adalah Amerika Serikat dengan pangsa pasar 22,48 persen, India (15,54 persen), Vietnam (14,03 persen), Tiongkok (7,32 persen), dan Belanda (4,94 persen).
Sementara itu, sepanjang 2015-2019, ekspor rempah Indonesia ke pasar nontradisional menunjukkan tren pertumbuhan positif, antara lain ke Pakistan (tren 16,32 persen), Saudi Arabia (11,94 persen), Thailand (6,69 persen), Uni Emirat Arab (UAE) (37,06 persen), Kanada (1,68 persen), dan Brasil (9,07 persen). (ATN)
Discussion about this post