ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia membenan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), yang merupakan Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan. Badan ini diharapkan mampu mendorong pembiayaan program perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, salah satunya menekan Perubahan Iklim.
“Badan ini diarahkan dapat menerapkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dananya, serta memiliki standar tata kelola internasional,” terang Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Komplek Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Rabu (9/10/2019.
Menurut Darmian, BPDLH akan menjadi pengelola dana-dana terkait bidang kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan karbon, jasa lingkungan, industri, transportasi, pertanian, kelautan dan perikanan, dan bidang lainnya terkait lingkungan hidup.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan isu perubahan iklim dalam program pembangunan nasional telah dan akan terus dilaksanakan, sehingga diharapkan isu lingkungan hidup dan perubahan iklim menjadi bagian dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional.
“Berdasarkan penandaan anggaran perubahan iklim (climate budget tagging) yang dilakukan Kementerian Keuangan, tercatat peningkatan dukungan APBN dalam program nasional terkait isu perubahan iklim,” paparnya.
Menurut Sri Mulyani, pada APBN-P 2016 lalu, anggaran perubahan iklim sebesar Rp72,4 triliun atau 3,6 persen dari total keseluruhan anggaran. Jumlah ini kemudian meningkat Rp95,6 triliun atau 4,7 persen dalam APBNP 2017 dan Rp109,7 triliun atau 4,9 persen dari total APBN 2018.
Saat ini kata dia, pengelolaan dana lingkungan dilakukan dalam Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (BLU Pusat P2H) di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Saldo awal dana pokok BLU Pusat P2H sebesar Rp2,1 triliun.
“Proses terbentuknya BPDLH ini bukanlah proses dari nol, tetapi terdapat proses melanjutkan layanan BLU Pusat P2H yang telah berjalan selama 11 yang sudah dimulai sejak 2008,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.
Pembentukan BPDLH juga sebagai perwujudan amanat Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2017 tentang Instrumen ekonomi Lingkungan Hidup dan Peraturan Presiden nomor 77 tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup.
Badan ini dijadwalkan mulai beroperasi pada 1 Januari 2020 dan melibatkan berbagai kementerian/lembaga lintas sektor untuk dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam pelaksanaannya juga ada Komite Pengarah yang akan memberikan arah kebijakan dalam pengelolaan badan ini.
Potensi Dana Capai Rp800 Triliun
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, BPDLH juga akan berperan untuk mengakomodir potensi sumber pendanaan yang berkaitan dengan isu lingkungan hidup.
Menurutnya, sumber pendanaan lingkungan hidup masih memiliki potensi yang sangat besar untuk ditingkatkan. Dimana BPDLH berpotensi mengelola dana sebesar Rp800 triliun untuk mengatasi isu terkait lingkungan hidup.
“Melalui BPLDH ini diharapkan mampu menarik sumber pendanaan dari berbagai pihak, seperti swasta, organisasi non-profit, atau pribadi,” ujarnya.
Dia menjelaskan, salah satu sumber pendanaan yang dinilai potensial adalah perdagangan karbon atau carbon trading. Carbon trading sendiri merupakan suatu kompensasi yang dibayarkan negara maju kepada negara mitra akibat tidak mampunya mengurangi emisi karbon yang sudah ditentukan dalam perjanjian.
“Potensi anggaran yang dikelola selain berasal dari (dana) reboisasi dan lain-lain, untuk carbon trading dan juga potensi lainnya bisa mencapai Rp800 triliun. Nanti kita lihat bagaimana strategi dan skemanya,” paparnya.
Sri Mulyani menambahkan, pengarusutamaan (mainstreaming) isu perubahan iklim dalam program pembangunan nasional telah dan akan terus dilaksanakan, sehingga diharapkan isu lingkungan hidup dan perubahan iklim menjadi bagian dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional.
“Pemerintah memiliki target dalam rangka mencapai komitmen penurunan emisi dalam Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 29% dengan upaya sendiri, atau 41% dengan dukungan internasional,” jelasnya.
Untuk itu, komitmen pemerintah dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tersebut diwujudkan melalui besarnya anggaran yang dialokasikan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Ditambah lagi, pendanaan dari negara maju terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan bertumbuh seiring dengan kebutuhan untuk pendanaan lingkungan di negara berkembang yang sejalan dengan implementasi Paris Agreement.
“Kita perlu untuk terus menjaga dan mengembangkan strategi pembangunan bagaimana Indonesia bisa tumbuh tinggi, bagaimana kemiskinan ditanggulangi, pemerataan pembangunan terjadi di seluruh pulau dan pelosok Indonesia,” jelasnya.
Namun komitmennya untuk dapat mengurangi emisi karbon sebesar 29% dengan upaya endiri dan 41% dengan kerjasama internasional tetap bisa dilakukan.
“Ini merupakan suatu tantangan bagi kita semua, baik di Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, maupun dunia usaha dan swasta serta para stakeholder lainnya,” imbuhnya. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post