ASIATODAY.ID, KENDARI – PT Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI), perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kawasan Industri Terpadu (KIT) Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) disebut belum melunasi hutang pajak retribusi daerah senilai Rp25 miliar.
Menurut Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Kabupaten Konawe, Cici Ita Ristianty, tunggakan pajak tersebut hanya baru dari sektor perhubungan saja, sementara dari sektor retribusi lain masih dalam tahap perhitungan.
“Hitungan kita, hutang Virtu Dragon ke Pemda Konawe cukup besar, karena ada banyak sektor-sektor yang merupakan PAD kita,” ujarnya Kamis (15/8/2019).
Cici mengungkapkan, berdasarkan informasi pihak PT VDNI rencananya akan melakukan pembayaran hutang pada 30 Agustus mendatang. Meski begitu Cici belum bisa memastikan apakah rencana tersebut akan terlaksana.
Berdasarkan hasil perhitungan Pemda, selain PT VDNI, terdapat juga beberapa perusahaan sub kontraktor pemasok pasir di Virtue Dragon belum membayar retribusi.
“Kalau perusahan pemasok bahan di Virtue itu ada banyak, berdasarkan hitungan kita ada di kisaran Rp15 miliar. Ini belum lagi dengan perhitungan PAD disektor tenaga kerja,” paparnya.
Ia mengaku, jika seluruh tunggakan pajak telah dilunasi oleh para penungak, maka target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat tercapai.
Sementara itu, Nanung salah satu pejabat di VDNI enggan memberikan klarifikasi karena sampai saat ini perusahaan tersebut belum memiliki General Manager (GM) yang dapat memberikan klarifikasi atas persoalan ini.
PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) merupakan perusahaan asal China yang berinvestasi membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel di Kawasan Industri Terpadu (KIT) Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Smelter tersebut senilai US$ 1 miliar atau setara Rp 14,01 triliun berkapasitas 800 ribu metrik ton per tahun ini telah beroperasi.
Kegiatan operasi VDNI bahkan diresmikan langsung oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Senin (25/2/2019) lalu.
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan, VDNI telah memberikan kontribusi cukup signfikan terhadap pertumbuhan nilai ekspor nasional. Pada tahun 2018, anak usaha Jiangsu Delong Nickel Industry Co, Ltd, produsen feronikel terkemuka di dunia ini, menyumbang ekspor sebesar US$ 142,2 juta dari pengapalan produk NPI.
Dia melanjutkan, perusahaan afiliasi PT VDNI juga sedang membangun pabrik smelter nikel dengan kapasitas produksi NPI sebanyak 1,2 juta ton per tahun dan pabrik untuk memproduksi stainless steel dengan kapasitas sebanyak 3 juta ton per tahun. Total nilai investasi ini diperkirakan mencapai US$ 2 miliar.
“Kami menyambut baik proyek ini, apalagi akan dilanjutkan menjadi industri yang terintegrasi dan menghasilkan stainless steel berkelas dunia,” kata Menperin.
Menperin optimistis, dengan beroperasinya pabrik-pabrik smelter di Konawe, Sulawesi Tenggara dan Morowali, Sulawesi Tengah akan menjadikan pulau Sulawesi sebagai pusat industri berbasis stainless steel berkelas dunia dengan total kapasitas melampaui 6 juta ton per tahun.
Rencananya, kata dia, di Konawe akan mampu memproduksi stainless steel dengan kapasitas sebanyak 3 juta ton per tahun, sedangkan di Morowali sudah menghasilkan 3,5 juta ton stainless steel per tahun. Apabila Indonesia mampu menembus kapasitas 6 juta ton stainless steel per tahun saja, itu dinilai menjadi produsen baja nirkarat keempat terbesar di dunia.
“Sebagai komponen utama, sektor industri logam berpotensi memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan ekonomi nasional melalui peningkatan added value sehingga akan terjadi multiplier effect dengan tumbuhnya industri lain serta terjadinya aktivitas sosial ekonomi, yang pada akhirnya akan menjadi push factor bagi peningkatan daya saing ekonomi bangsa,” kata dia.
Sementara Presiden Direktur VDNI Zhu Min Dong mengatakan, pihaknya bertekad untuk menjadi industri smelter terbesar di Indonesia dan berkelas dunia di masa mendatang.
“Fasilitas ini memiliki potensi besar untuk memberikan dampak positif terhadap pembangunan dan kemajuan Sulawesi Tenggara pada khususnya, serta umumnya bagi kemajuan Indonesia,” ujarnya.
Dia menjelaskan, smelter nikel ini memiliki 15 tungku rotary kiln-electric furnace (RKEF) yang mampu menghasilkan 800 ribu metrik ton nickel pig iron (NPI) per tahun, dengan kadar nikel 10-12%. Fasilitas smelter seluas 700 hektare (ha) tersebut telah menyerap tenaga kerja sebanyak 6 ribu orang yang sebagian besar merupakan warga asli Sulawesi Tenggara.
“Tenaga kerja tidak langsung juga terserap sebanyak 10 ribu orang yang merupakan bagian dari multiplier effect,” tambah dia.
Dia berharap, kehadiran fasilitas smelter VDNI dapat memberi efek berantai yang luas dalam berbagai aktivitas industrialisasi di banyak bidang. Salah satunya adalah penggunaan tenaga kerja kontraktor yang menjadi rekanan bagi VDNI, seperti misalnya jasa logistik, penggunaan kapal tongkang, tenaga kerja konstruksi dan bongkar muat, serta pekerja pertambangan.
Zhu Min Dong juga mengemukakan, dengan adanya fasilitas dermaga yang memiliki kapasitas hingga 2,5 juta DWT per tahun, dapat menunjang mobilitas dan mempermudah proses logistik serta pengapalan mineral hasil olahan pabriknya.
“Pada September 2017, untuk pertama kalinya PT VDNI telah melakukan kegiatan ekspor NPI sebanyak 7.733 metrik ton dengan tujuan ke Tiongkok,” ungkap dia. (AT Network)
Discussion about this post