ASIATODAY.ID, JENEWA – Organisasi iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa, planet bumi akan menghadapi pemanasan paling mematikan pada periode 2023 hingga 2027.
Pasalnya, efek gas rumah kaca dan El Nino bergabung untuk membuat suhu semakin ekstrem.
“El Nino yang memanas diperkirakan berkembang dalam beberapa bulan mendatang dan ini akan digabungkan dengan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia untuk mendorong suhu global ke wilayah yang belum dipetakan,” kata Kepala Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) Petteri Taalas, pada Rabu (17/5/2023).
Menurut WMO, suhu global akan melampaui target kesepakatan iklim Paris. Delapan tahun terpanas yang pernah tercatat semuanya terjadi antara 2015 dan 2022, tetapi suhu diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan percepatan perubahan iklim.
“Ada kemungkinan 98 persen bahwa setidaknya satu dari lima tahun ke depan, dan periode lima tahun secara keseluruhan, akan menjadi rekor terpanas,” kata WMO dikutip dari UN News.
Perjanjian Paris 2015 menunjukan kesepakatan negara-negara membatasi pemanasan global di bawah dua derajat celcius di atas tingkat rata-rata. Suhu rata-rata global pada 2022 adalah 1,15 derajat C di atas rata-rata tahun 1850 hingga 1900.
WMO mengatakan, ada peluang 66 persen bahwa suhu permukaan global tahunan akan melebihi 1,5 derajat celcius di atas tingkat pra-industri untuk setidaknya satu tahun dari 2023 hingga 2027. Perkiraan 1,1 derajat celcius hingga 1,8 derajat Celcius untuk masing-masing dari lima tahun tersebut.
“WMO membunyikan alarm bahwa kita akan menembus level 1,5 derajat celcius untuk sementara dengan frekuensi yang meningkat,” kata Taalas.
“Ini akan berdampak luas bagi kesehatan, ketahanan pangan, pengelolaan air dan lingkungan. Kita perlu bersiap-siap,” ujar Taalas.
WMO mengatakan pada awal Mei, kemungkinan El Nino berkembang adalah 60 persen pada akhir Juli dan 80 persen pada akhir September. El Nino adalah pemanasan suhu permukaan berskala besar di tengah dan timur khatulistiwa Samudra Pasifik, sedang kebalikannya adalah La Nina. Fenomena cuaca ini biasanya terjadi setiap dua hingga tujuh tahun sekali.
El Nino biasanya meningkatkan suhu global pada tahun setelah terjadinya, dalam siklus ini terjadi pada 2024. Terlepas dari pengaruh pendinginan kondisi La Nina selama tiga tahun terakhir, rekor delapan tahun terhangat semuanya terjadi sejak 2015 dan seterusnya, dengan 2016 sebagai yang terpanas.
Panas terperangkap di atmosfer oleh gas rumah kaca, yang mencapai rekor tertinggi. Tiga gas rumah kaca utama adalah karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida.
Rata-rata suhu daratan dan laut global di dekat permukaan telah meningkat sejak tahun 1960-an. Peluang suhu untuk sementara melebihi 1,5 derajat celcius di atas rata-rata pada 1850 hingga 1990 telah meningkat secara stabil sejak 2015. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post