ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) secara perlahan mulai mengungkap kasus tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan sindikat penjualan ginjal manusia jaringan internasional Bekasi-Kamboja.
Modus kejahatan dari para tersangka yakni dengan merekrut para korbannya melalui media sosial Facebook.
“Ada dua akun dan dua grup komunitas yaitu Donor Ginjal Indonesia dan Donor Ginjal Luar Negeri,” ujar Direktur Reserse dan Kriminal Umum, Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hengki Haryadi dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Kamis (20/7/2023).
Hengki melanjutkan, modus lain dari para pelaku yakni melalui pembicaraan mulut ke mulut, dimana sebagian besar tersangka pernah menjadi pendonor ginjal.
Tak hanya itu, para pelaku juga melakukan pemalsuan untuk keberangkatan para korbannya ke luar negeri, termasuk ke Kamboja.
“Pada saat keberangkatan ke luar negeri, ternyata mereka juga memalsukan rekomendasi dari beberapa perusahaan, seolah-olah akan family gathering ke luar negeri. Ini ada dua perusahaan yang dipalsukan oleh kelompok ini, seolah akan family gathering, termasuk stempelnya,” paparnya.
Lebih lanjut, Hengki menambahkan bahwa para korbannya dijanjikan dengan uang senilai Rp135 juta jika transaksi jual beli ginjal, termasuk transplantasi, sudah selesai dilakukan.
“Kemudian menjanjikan uang sebesar Rp135 juta bagi masing-masing pendonor apabila selesai melaksanakan transplantasi ginjal di Kamboja. Jadi setelah transplantasi, beberapa hari kemudian langsung ditransfer ke rekening pribadi,” ungkapnya.
“Sindikat Indonesia ini menerima pembayaran sejumlah Rp200 juta, Rp135 juta ini dibayarkan kepada pendonor. Sedangkan sindikat ini menerima Rp65 juta per orang. Dipotong atas operasi mereka, pembuatan paspor, naik angkutan dari bandara ke rumah sakit, dan sebagainya,” jelasnya.
Hengki menjelaskan, sebagian besar tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) penjualan ginjal merupakan mantan pendonor.
“Dalam operasi ini, Polri telah menetapkan 12 tersangka. Dari 12 tersangka, 10 merupakan bagian dari sindikat, dimana dari 10 ini 9 adalah mantan pendonor,” jelasnya.
Hengki mengatakan, sindikat TPPO penjualan ginjal tersebut merupakan jaringan internasional yang terkait dengan negara Kamboja, di mana salah satu tersangka bernama Hanim merupakan penghubung transaksi di Indonesia dan Kamboja.
“Kemudian ini ada koordinator secara keseluruhan atas nama tersangka H, Hanim, ini menghubungkan Indonesia dan Kamboja. Kemudian koordinator Indonesia atas nama Septian, kemudian khususnya yang melayani di Kamboja yang menghubungkan Rumah Sakit,” tandasnya.
Kesulitan
Meski demikian, Polri masih menghadapi kesulitan dalam mengungkap kasus ini.
Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Pol Krishna Murti mengungkap adanya kesulitan dalam melakukan penelusuran dan penanganan kasus tindak Pidana Perdagangan orang (TPPO) penjualan ginjal jaringan internasional Bekasi-Kamboja ini.
Krishna menuturkan bahwa penanganan kasus TPPO lain yang berada di Kamboja tidak mengalami kesulitan. Namun untuk kasus jual beli ginjal ini memerlukan koordinasi yang lebih rumit.
“Pada kasus TPPO (ginjal) ini kami mengalami kesulitan. Nah kesulitan itu menjadi tantangan bagi kami. Sehingga kami harus melakukan koordinasi yang ketat dengan didukung oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) khususnya karena kami tidak punya atase Polri di Kamboja, kami meng-employing dukungan dari atase pertahanan,” ujar Krishna.
Menurut Krishna, salah satu kesulitan perihal TPPO jual beli ginjal ini karena belum adanya kesepahaman antar kelembagaan.
“Belum ada kesepahaman tentang kasus-kasus TPPO, baik di lingkungan internal dalam negeri domestik khususnya kementerian lembaga, termasuk KBRI, sebagian menganggap ini belum terjadi tindak pidana. Tapi kami meyakinkan bahwa ini telah terjadi tindak pidana,” paparnya.
Lebih lanjut, Krishna mengungkapkan bahwa kegiatan transplantasi ginjal di Kamboja dilakukan di Rumah Sakit milik pemerintah, yakni Preah Ket Mealea Hospital.
“Terjadi eksekusi transaksi ginjal itu di Rumah Sakit Pemerintah, dan ini menjadi catatan sehingga kami harus berkomunikasi dengan otoritas yang lebih tinggi, bahkan kami ke staf khusus Perdana Menteri, berkomunikasi untuk meminta bantuan memulangkan para korban TPPO,” ungkapnya.
“Kami juga berkomunikasi ketat dengan kepolisian Kamboja, kami juga berkomunikasi ketat dengan Interpol Kamboja dan Alhamdulillah kasus ini bisa terungkap,” tandasnya. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post