ASIATODAY.ID, JAKARTA – Sudah beberapa kali, dalam sejumlah pesan berantai namanya selalu masuk dalam bursa calon kabinet. Kendati daftar kabinet yang tersebar ke publik itu selalu ada yang membantahnya.
Tapi putra seorang perajin batik pekalongan itu memang secara keilmuan dan kelembagaan layak untuk didapuk menjadi menteri.
Jabatannya sangat disegani. Masih muda. Belum profesor tapi sudah menjadi Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk masa jabatan 2017-2022.
Sebuah jabatan prestisius sekaligus amanah yang sangat berat dalam dunia pendidikan tinggi.
Ya, dalam sebuah kesempatan Asiatoday.id sempat berbincang dengan Arif Satria yang dilantik menjadi rektor IPB, 15 Desember 2017.
Ayah dua anak kelahiran Pekalongan 17 September 1971 terpilih menjadi Rektor IPB melewati proses seleksi yang panjang. Dan diputuskan Majelis Wali Amanat IPB secara mufakat. “Ini sejarah karena selama ini penentuan rektor melalui mekanisme voting,” kata Arif.
“Ini sekaligus juga amanah yang harus saya pertanggungjawabkan kepada IPB dan juga ke publik,” tambahnya.
Arif mengaku semasa kecil tak pernah bersentuhan dengan bidang pertanian. Maklum, mata pencaharian utama masyarakat di sana umumnya perajin, saudagar dan di pesisir sebagai nelayan.
Masuk IPB lewat Jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) sebuah program penjaringan siswa berdasarkan peringkat di kelas yang dikembangkan rektor IPB yang juga ahli statistik, Andi Hakim Nasution.
Arif diterima di Jurusan Sosial Ekonomi (Sosek) dan melanjutkan master Sosiologi Pedesaan di kampus yang sama. Sedangkan doktoralnya di Marine Policy Kagoshima University, Jepang.
Masa kecil yang lebih banyak dihabiskan di pantai mengusik Arif hingga memutuskan mengambil doktor kelautan di Jepang. Arif bercerita, ketika masa kanak-kanak terutama sore hari saat memandang lepas ke laut, mantan Dekan Fakultas Ekologi Manusia ini selalu terpukau dengan siluet kapal layar yang bergerak beriringan. Ada yang mendekat dan ada yang menjauh.
Pemandangan masa kecil itu berubah total saat usia mahasiswa. Saat ke pantai, Arif tak lagi melihat kapal yang dilihatnya semasa kecil. Arif rindu kapal layar yang tersinari lembayung senja.
“Kerinduan inilah yang membuat saya tertarik mendalami kelautan,” ujar Arif yang dikenal sebagai ahli kebijakan kelautan dan perikanan.
Satu-satunya profesi yang tidak ditanggalkannya selama menjabat rektor adalah menulis opini dan kolom di media massa.
Menulis, bagi Arif tak sekadar ajang curah gagasan tetapi juga sebagai medium yang membuatnya dikenal banyak orang dan tersambung dengan jejaring di masyarakat dan dunia internasional.
“Networking saya ini salah satunya terbangun lewat pergaulan dan juga kegemaran saya menulis di media massa,” ujar peraih Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa 2009 Bidang Ilmu Pengetahuan dari Mendiknas.
Di tengah kesibukan apalagi setelah menjabat rektor, kapan saat menulis bagi Arif? Rupaya, selain sebelum dan selepas Subuh, ritual menulis yang menyenangkan bagi Arif ketika dalam penerbangan. “Simpel saja, tidak ada yang mengganggu,” tuturnya.
,’;\;\’\’
Discussion about this post