ASIATODAY.ID, JAKARTA – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir meminta seluruh pihak tidak anti dengan rencana pemerintah mendatangkan rektor asing. Pasalnya, kebijakan serupa sudah terbukti di negara lain, di antaranya Singapura, yang berhasil masuk dalam peringkat 50 besar dunia dengan cara mendatangkan rektor asing untuk perguruan tinggi setempat.
“Kita lihat pengalaman negara lain, Singapura contohya, sukses karena banyak rektornya dari asing. Taiwan, Hong Kong, Arab Saudi, juga melakukan hal yang sama,” terang Menristekdikti di Jakarta, Selasa (30/7/2019).
Salah satu pertimbangan mendatangkan rektor asing kata Menristekdikti, soal jaringan internasional yang lebih baik. Dengan demikian, diharapkan dapat memperbaiki kualitas perguruan tinggi di Indonesia.
Saat ini, pemerintah sedang menggodok regulasinya agar rencana merekrut rektor asing bisa berjalan dengan mulus. “Negara lain telah melakukan hal ini, mendapat dampak positif. Kita masih takut,” ujar Nasir.
Menristekdikti mengakui rencana ini bukan merupakan satu-satunya cara untuk meningkatkan peringkat perguruan tinggi Tanah Air di kancah dunia. Namun dia menggarisbawahi bahwa rektor asing merupakan alternatif yang diambil pemerintah saat ini.
“Ini adalah alternatif yang saya ambil pada saat ini. Kita coba bandingkan pada 2020-2024. Kalau ada rektor asing, dampaknya apa yang terjadi,” kata dia.
Namun program Kemenristekdikti itu ditentang oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Menurut Fahri, kondisi itu seperti kembali ke zaman penjajahan Belanda ketika semua posisi jabatan strategis di institusi pemerintahan diisi oleh orang asing.
“Ya sudah semua saja, kita merem saja, nonton orang asing kerja buat kita, kayak zaman Belanda dulu. Nanti direktur BUMN orang asing, wali kota orang asing. Nanti anggota DPR-nya mau orang asing juga,” kata Fahri di Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Selasa (31/7).
Fahri menilai Menristekdikti tidak memiliki konsep dan gagasan kuat untuk memperkuat dan memodernisasi PTN di Indonesia hingga mampu bersaing secara global.
Akibatnya, Menristekdikti mengambil langkah instan dengan mencari warga negara asing untuk jadi pemimpin kampus. “Harusnya malu dia sebagai menteri, enggak sanggup memodernisasi kampus. Bukan malah sedikit-sedikit cari rektor asing,” kata dia.
Fahri lantas mewanti-wanti pemerintah agar tak melulu ‘buang badan’ dan mencari jalan keluar secara instan tanpa kajian.
Ia khawatir nantinya pemerintah akan mudah mencomot orang-orang asing untuk mengisi berbagai jabatan strategis sebagai jalan keluar atas suatu persoalan.
“Kita ini membentuk kabinet, memilih menteri ini kan kita anggap dia mampu memberesin itu. Bila perlu Menristekdikti sebagai orang yang punya background pendidikan, kumpulkan rektor-rektor, jelaskan bagaimana caranya memodernisasi kampus. Bukan kemudian mencari jalan pintas dengan cara cari orang asing,” tandasnya. (AT)
,’;\;\’\’
Discussion about this post