ASIATODAY.ID, JAKARTA – Konfrontasi yang menajam antara Amerika Serikat (AS) dan China perlahan mulai mencair. Untuk pertama kalinya, Presiden AS Joe Biden resmi berdialog dengan Presiden China Xi Jinping pada Rabu (10/2/2021).
Dalam dialog tersebut, Biden menyoroti kebijakan Xi Jinping dalam perdagangan dan tindakan keras Beijing terhadap aktivis demokrasi di Hong Kong serta masalah Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya.
Kedua pemimpin itu berbicara hanya beberapa jam setelah Biden mengumumkan rencana satuan tugas Pentagon untuk meninjau strategi keamanan nasional AS di China dan setelah presiden AS yang baru mengumumkan bahwa dia akan menjatuhkan sanksi terhadap rezim militer Myanmar menyusul kudeta bulan ini di negara Asia Tenggara itu.
Pernyataan dari Gedung Putih mengungkapkan bahwa Biden menyuarakan kekhawatiran tentang praktik ekonomi yang memaksa dan tidak adil oleh Beijing. Biden juga menekan Xi atas tindakan keras Beijing di Hong Kong, pelanggaran HAM terhadap Uighur dan etnis minoritas di provinsi Xinjiang barat, serta tindakannya terhadap Taiwan.
Biden, yang pernah berurusan dengan Xi Jinping ketika dia menjabat sebagai wakil presiden Barack Obama, menggunakan tiga minggu pertamanya di Gedung Putih untuk menghubungi para pemimpin lain di kawasan Indo-Pasifik. Dia telah mencoba untuk mengirim pesan bahwa akan mengambil pendekatan yang sangat berbeda ke China daripada mantan Presiden Donald Trump, yang menempatkan masalah perdagangan dan ekonomi di atas segalanya dalam hubungan AS-China.
Dengan Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga akhir bulan lalu, Biden menggarisbawahi komitmen AS untuk melindungi Kepulauan Senkaku, sekelompok pulau tak berpenghuni yang dikelola oleh Tokyo tetapi diklaim oleh Beijing. Dalam panggilannya dengan Perdana Menteri India Narendra Modi, Biden menekankan perlunya kerja sama erat untuk mempromosikan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.
Sementara dalam panggilannya dengan Perdana Menteri Australia Scott Morrison pekan lalu, presiden menyoroti bahwa aliansi kedua negara sangat penting untuk stabilitas di kawasan.
Sementara itu, Xi Jinping mengatakan bahwa konfrontasi antara negara akan menjadi bencana bagi mereka dan kedua pihak harus membangun kembali cara untuk menghindari kesalahpahaman.
Xi Jinping menegaskan bahwa persoalan Taiwan dan isu-isu menyangkut Hong Kong dan Xinjiang merupakan urusan internal negaranya. Persoalan tersebut merupakan bagian dan kedaulatan dan integritas teritorial China sehingga sudah seharusnya pihak AS menghormati kepentingan China.
Ia juga menekankan bahwa dalam menghadapi situasi global yang tidak pasti ini, China dan AS memikul tanggung jawab bersama sebagai anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kedua belah pihak kata Xi, harus bersama-sama menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia-Pasifik dan mendukung perdamaian dunia.
Xi menggarisbawahi bahwa restorasi dan peningkatan hubungan China-AS menjadi sangat penting dalam pembangunan internasional selama lebih dari setengah abad.
Meskipun penuh liku, Xi menambahkan bahwa hubungan kedua negara harus tetap ditingkatkan guna memberikan manfaat yang lebih besar bagi kedua negara dan berkontribusi di dunia global.
Xi menekankan bahwa China dan AS justru mendapatkan manfaat melalui kerja sama dan mengalami kerugian dengan berkonfrontasi. Hanya kerja sama menjadi pilihan terbaik bagi kedua negara, demikian Xi sebagaimana rilis yang diterima ANTARA Beijing.
“Anda tadi mengatakan bahwa Amerika dapat mendefinisikan satu kata: ‘posibilitas’. Kami berharap posibilitas akan menjadi poin penting dalam meningkatkan relasi China-AS,” ujar Xi yang juga pemimpin tertinggi Komisi Militer Pusat China (CMC) itu.
Biden kemudian menyampaikan ucapan Tahun Baru Imlek, sedangkan Xi menyampaikan selamat atas pelantikan Biden.
Biden menganggap China memiliki sejarah yang panjang dan budaya yang besar serta jumlah penduduknya yang sangat besar. Menurut dia, AS dan China harus menghindari konflik dan bekerja bersama dalam perubahan iklim dan isu-isu lainnya.
Pihak AS kata Biden, bersiap membangun dialog dengan pihak China didasari semangat saling menghormati, saling pengertian, dan menghindari kesalahan komunikasi. Kedua kepala negara sepakat percakapan telepon tersebut dapat memberikan sinyal positif kepada dunia dan kedua pihak akan menjalin komunikasi yang erat. (Ant/CNA)
Discussion about this post