ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengajukan dua agenda urgen di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Kedua agenda itu yakni landas kontinen Indonesia di luar 200 mil laut di segmen utara Papua dan Persiapan Indonesia menghadapi perundingan pembentukan hukum internasional, yang mengatur pengelolaan sumber daya genetik di laut internasional (di luar yurisdiksi negara).
Sesuai dengan hukum laut internasional (United Nations Convention on the Law of the Sea / UNCLOS 1982), negara pantai, termasuk Indonesia, bila tidak berbatasan dengan negara lain, berhak untuk menetapkan batas terluar landas kontinennya melebihi 200 mil laut.
Namun hal tersebut harus dibuktikan secara ilmiah dan disetujui Komisi Batas Landas Kontinen Perserikatan Bangsa-Bangsa (the United Nations Commission on the Limit of the Continental Shelf / UN CLCS).
Dalam keterangan tertulis Kemenkomarves Rabu (4/3/2020) dijelaskan bahwa, pada 11 April 2019, Pemerintah Indonesia telah menyampaikan submisi klaimnya untuk segmen utara Papua. Dengan submisi tersebut, Indonesia berpotensi untuk mendapatkan tambahan luas landas kontinen kurang lebih 196.568,9 kilometer persegi (lebih luas dari Pulau Sulawesi).
Kemudian pada tanggal 4 Maret 2020, Tim Nasional yang berada di bawah koordinasi Kemenko Marves, sebagai wakil Pemerintah RI, akan mempresentasikan submisi Indonesia di hadapan sidang Komisi Batas Landas Kontinen PBB.
Tim Nasional Indonesia ini terdiri dari perwakilan Kementerian Lembaga terkait, yaitu: Kementerian Luar Negeri, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Informasi Geospasial, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT), dan Pushidros TNI AL.
Area yang disubmisikan oleh Indonesia tersebut akan tumpang tindih dengan submisi yang disampaikan oleh beberapa negara tetangga, yaitu Palau, Papua Nugini, dan Federasi Mikronesia. Jika submisi Indonesia dan ketiga negara tersebut disetujui Komisi Batas Landas Kontinen PBB, maka negara-negara terkait akan duduk bersama untuk menentukan batas-batasnya.
Artinya, Indonesia akan memiliki tambahan 1 negara tetangga yang berbatasan langsung, yaitu Federasi Mikronesia (sebelumnya Indonesia berbatasan langsung dengan 10 negara, yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Australia, dan Timor Leste).
Rencananya pada tahun ini pula, Tim Nasional akan menyampaikan submisi berikutnya untuk segmen barat Pulau Sumatera. Dari hasil kajian sementara, Pemerintah Indonesia berpeluang untuk melakukan klaim area landas kontinen tambahan kurang lebih 200.000 kilometer persegi. Lebih luas dari segmen utara Papua, dan tidak ada tumpang tindih dengan negara lain.
Submisi-submisi tersebut, bukan hanya berdampak pada potensi perluasan perairan landas kontinen Indonesia, namun juga memiliki arti penting sebagai berikut:
(1) Membuktikan kemampuan para ilmuwan dan ahli hukum laut Indonesia untuk menambah area sesuai ketentuan hukum internasional. Dalam submisi ini, tidak seperti negara-negara lain, Indonesia tidak dibantu sama sekali oleh ilmuwan asing.
(2) Membuktikan bahwa data kelautan dan kemampuan survey laut Indonesia semakin mumpuni;
Ke depannya, Pemerintah Indonesia diharapkan mampu untuk mengelola berbagai potensi sumber daya alam yang ada di landas kontinen tersebut.
Berdasarkan penelitian, dasar laut dalam di landas kontinen menyimpan cadangan potensi mineral yang sangat besar, bahkan dapat melebihi cadangan mineral di daratan.
Konferensi Diplomatik Pembentukan Hukum Internasional
Indonesia juga berperan aktif dalam penyusunan sebuah hukum internasional baru mengenai pengelolaan sumber daya genetik di laut internasional (international legally binding instrument on the conservation and sustainable use of marine biological diversity of areas beyond national jurisdiction – BBNJ).
Pemerintah Indonesia, sejak 2016 berperan aktif di dalam setiap proses pembahasan. Indonesia tercatat selalu memberikan usulan konstruktif untuk menjembatani perdebatan kepentingan negara maju dan negara-negara berkembang.
Semisal Indonesia mendorong negara-negara untuk melangkah maju rundingkan mekanisme pembagian benefit dari hasil bioprospekting sumber daya genetik, dari pada berdebat terus tentang prinsip hukum. Indonesia juga yang menjadi negara yang paling awal menyuarakan peran negara kepulauan. Isu-isu tersebut telah tertuang di dalam draft konvensi saat ini.
Masyarakat internasional, termasuk Indonesia, menilai bahwa proses penyusunan perjanjian BBNJ merupakan sebuah landmark baru pasca UNCLOS 1982 karena perjanjian BBNJ akan mengatur 64 persen ruang laut yang ada di muka bumi ini.
Selain itu, sumber daya genetik di laut, terlebih yang ada di area di luar yurisdiksi negara bernilai sangat tinggi. Hasil bioprospecting dari sumber daya tersebut digunakan di berbagai industri kesehatan, kosmetik, akuakultur, dll. Berbagai hasil riset membuktikan bahwa saat ini industri terkait bernilai milliaran dollar.
Indonesia memiliki kepentingan langsung (direct interest) dengan penyusunan perjanjian BBNJ tersebut berdasarkan fakta sebagai berikut:
(1) Indonesia berbatasan langsung dengan area di luar yurisdiksi negara, di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik;
(2) Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan sumber daya genetik yang melimpah; dan
(3) Indonesia tidak mau hanya menjadi “penonton” dalam perlombaan ekstraksi dan pemanfaatan sumber daya genetik laut internasional yang dilakukan oleh negara-negara besar.
Pada 23 Maret 2020 hingga 3 April 2020, di markas besar PBB akan diadakan perundingan terakhir untuk penyusunan Perjanjian BBNJ tersebut (Intergovernmental Conference – IGC BBNJ ke-4). Pada pertemuan IGC BBNJ ke-4, Pemerintah Indonesia akan mengawal beberapa kepentingan dasar, antara lain: Negara Kepulauan harus mendapat keistimewaan di dalam berbagai elemen pengaturan; dan Ikan harus dimasukan sebagai bagian dari pengaturan marine genetic resources.
Indonesia berharap, di masa mendatang, dapat memanfaatkan sumber daya hayati di laut internasional untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Untuk itu, sumber daya manusia, dan sumber daya riset nasional harus terus ditingkatkan. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post