ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah China hingga Selasa (15/9/2020) belum memberikan keterangan resmi tentang penyebab jatuhnya roket Long March 4B yang meledak dan mengakibatkan kepulan asap tebal berwarna oranye di langit.
Peristiwa tersebut terjadi setelah roket itu terjun payung di Desa Lilong, Kota Gaoyao, Daerah Luonan, Provinsi Shaanxi, China, Senin (7/9/2020).
Dikutip dari Space.com, Selasa (15/9/2020), Roket Long March 4B lepas landas dari Pusat Peluncuran Satelit Taiyuan di China Utara. Roket ini membawa satelit observasi Bumi bernama Gaofen 11, sebuah satelit observasi optik yang mampu mengembalikan gambar beresolusi tinggi.
Data yang akan diperoleh Satelit Gaofen 11 ini nantinya akan digunakan untuk survei tanah, perencanaan kota, konfirmasi hak atas tanah, desain jaringan jalan, pencegahan dan mitigasi bencana, serta estimasi hasil panen.
Namun Roket Long March 4B yang membawa satelit ke orbit itu, tak melaksanakan tugas dengan mulus. Tak lama setelah peluncuran, booster atau pendorong roket terlihat jatuh kembali ke Bumi.
Booster berbelok keluar jalur dan menuju ke arah kota terdekat. Saat melewati sekolah, pesawat itu jatuh dan meledak hingga memunculkan awan besar dan nyaris memorakporandakan gedung sekolah setempat.
Direkam Warga Desa
Dikutip dari The Sun, adegan mengerikan itu direkam oleh salah seorang warga Desa Lilong, Kota Gaoyao, Daerah Luonan, Provinsi Shaanxi. Videonya tersebut selanjutnya menyebar di situs media sosial China, Weibo.
Meskipun tidak ada laporan cedera yang muncul, namun kandungan senyawa di dalam roket Long March 4B dipercaya sangat berbahaya. Roket tersebut diisi dengan campuran toksik hidrazin dan nitrogen tetroksida yang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius bagi mereka yang bersentuhan dengan ramuan tersebut.
Meskipun peluncuran ini tidak sepenuhnya sukses, China telah menyelesaikan peluncuran. Jumat waktu yang terpisah, China berhasil meluncurkan roket tanpa masalah.
Negara itu meluncurkan pesawat ruang angkasa eksperimental yang dapat digunakan kembali di atas kapal pengangkut Long March 2-F ke orbit dari Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan di wilayah barat laut China, Mongolia. Demikian dilaporkan media pemerintah Xinhua, tanpa menyebutkan waktu peluncurannya.
Dalam beberapa tahun terakhir China telah mulai bereksperimen untuk mengarahkan roketnya kembali ke Bumi seperti yang dilakukan SpaceX dengan roket Falcon 9-nya. Namun proyek ini tampaknya lebih didorong oleh keinginan untuk menguasai teknologi penggunaan kembali daripada melindungi populasinya masyarakatnya dari ancaman.
Yang memperparah masalah menjatuhkan roket pada tahap pertama di pedesaan sekitarnya adalah bahwa China terus menggunakan bahan bakar hidrazin beracun untuk tahap pertamanya. Hidrazin, yang merupakan dua nitrogen yang diikat oleh atom hidrogen adalah bahan bakar yang efisien dan dapat disimpan. Tapi itu juga sangat korosif dan beracun.
Pada April 2019, pesawat ruang angkasa Crew Dragon meledak selama pengujian dan menghasilkan awan besar gas oranye beracun yang dapat terlihat bermil-mil di sekitar pantai Florida.
Awan kemerahan itu disebabkan oleh nitrogen tetroksida, oksidator yang terbakar dengan bahan bakar hidrazin. Pesawat ruang angkasa i itu dan banyak lainnya di masa lalu, termasuk pesawat ulang-alik menggunakan propelan yang dapat disimpan untuk operasi di luar angkasa.
NASA telah bekerja untuk menemukan propelan khusus yang akan meniadakan penggunaan hidrazin bahkan untuk operasi di luar angkasa.
Sementara sebagian besar armada peluncuran China didukung oleh bahan bakar hidrazin dan pengoksidasi nitrogen tetroksida. Ini termasuk roket Long March 2F serta keluarga Long March 4. (ATN)
Discussion about this post