ASIATODAY.ID, JAKARTA– Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) secara tegas mengungkapkan manajemen PT Krakatau Steel Tbk harus dirombak. Upaya tersebut ditempuh demi menyelamatkan Krakatau Steel yang terus menerus menelan kerugian.
JK menegaskan, selain manajemen, teknologi pengelolaan perusahaan, juga harus di perbaharui. Kondisi buruk yang dialami Krakatau Steel selama ini juga tidak terlepas dari peralatan perusahaan yang ketinggalan zaman sehingga tidak mampu bersaing dengan produk baja impor yang lebih murah produk China.
“Teknologi Krakatau Steel itu sudah terlalu lama sehingga tidak bisa bersaing dengan baja dari China yang lebih murah. Akibatnya, cash flow kesulitan, tiap produksi ada masalah. Secara fundamental, Krakatu Steel harus mengubah manajemen dan memperbaiki teknologinya,” terangnya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Saat ini, kondisi Krakatau Steel sedang mengalami kesulitan keuangan dan terlilit utang hingga mencapai Rp30 triliun. Oleh karena itu, JK menuturkan perseroan harus melakukan perbaikan agar dapat bersaing.
“Kita menyayangkan itu. Tapi kan pemerintah tidak bisa bayar utang semua BUMN bermasalah, dia harus reformasi total agar bisa bersaing,” tegas JK.
Sebelumnya, komisaris Krakatau Stell Roy Maningkas mengajukan surat pengunduran diri berikut dengan dissenting opinion kepada Kementerian BUMN pada 11/07/2019 lalu.
Dalam keterangannya kepada media, Roy menyebut alasan utama pengunduran diri tersebut adalah ketidaksetujuannya terhadap pengoperasian proyek blast furnace (pengolahan bijih besi menjadi hot metal). Ia menilai, proyek tersebut teralu dipaksakan sehingga berpotensi membuat posisi BUMN itu semakin diujung tanduk, alias terancam merugi.
“Harga pokok produksi yang nanti dihasilkan itu lebih mahal US$82 per ton, sementara kalau produksi cuma 1,1 juta ton itu kita akan mengalami kerugian per tahun Rp 1,3 triliun,” tegas Roy kepada media, di Jakarta, Selasa (23/07/2019).
Ia menjelaskan, untuk proyek tersebut Krakatau Steel sudah menggelontorkan dana hingga US$14 juta atau setara dengan Rp10 triliun. Sementara itu, menurut penuturannya, harga pokok produksi (HPP) slab, produk dari proyek blast furnace, lebih mahal US$82 per ton daripada harga pasar.
“Saya pikir ini kan bukan angka yang kecil. Jika produksi 1,1 juta ton per tahun, potensi kerugian Krakatau Steel sekitar Rp1,3 triliun per tahun,” tandasnya. (AT)
,’;\;\’\’
Discussion about this post