ASIATODAY.ID, JAKARTA – Tindakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua kini dikategorikan sebagai tinadak pidana terorisme.
Selain membakar pesawat, KKB juga telah menculik pilot pesawat Susi Air.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Republik Indonesia, Komjen Pol Boy Rafli Amar menegaskan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh KKB di Papua sudah memenuhi unsur tindak pidana terorisme.
Menurut Boy, Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat diterapkan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan KKB.
“Kekerasan KKB itu sudah memenuhi unsur atau delik tindak pidana terorisme karena memiliki motif politik, ideologi, motif gangguan keamanan,” ungkap Komjen Boy Rafli Amar, Rabu (15/02/2023).
Boy menegaskan dengan adanya kekerasan tersebut hukum harus ditegakkan. Motif kekerasan yang dilakukan KKB di Papua adalah mereka ingin diakui atau menunjukan eksistensi mereka.
Selain itu, Boy mengatakan sudah banyak individu yang dulu menjadi anggota KKB Papua, dan kini sudah kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Boy Rafli membantah adanya campur tangan dari negara lain lantaran dalam penculikan pilot Susi Air.
“Kami yakin tidak ada kalau campur tangan. Mereka memang ingin diakui tetapi caranya keliru karena ingin mencapai tujuan dengan cara-cara kekerasan dan itu tidak berlaku di kita,” tegasnya.
Sebelumnya diketahui pilot pesawat Susi Air berkebangsaan Selandia Baru, Philips Max Marthin masih belum diketahui keberadaannya setelah pembakaran pesawat di bandara distrik Paro, Nduga, Papua oleh kelompok kriminal bersenjata.
TNI Diminta Tak Gegabah
Sementara itu, anggota Komisi I DPR Mayjen (Purn) TNI TB Hasanuddin meminta Tentara Nasional Indonesia (TNI) tak bertindak gegabah dalam upaya penyelamatan Pilot Susi Air, Philips Mark Marthens, yang hingga kini keberadaannya belum diketahui.
Pasalnya, saat ini yang sepenuhnya berwenang untuk mencari pilot tersebut adalah kepolisian. Sehingga, menurutnya, TNI hanya bisa menunggu perintah dari Polri jika dibutuhkan untuk membantu mereka.
“Sekarang kalau soal ini, ya tanyakan ke Kapolri lah itu gimana itu pilot itu. Kan tanggung jawabnya dia,” kata Hasanuddin dalam keterangan tertulisnya dikutip Rabu (15/2/2023).
TB Hasanuddin menjelaskan, aturan menjamin keamanan di Papua berada di tangan Kepolisian. Meski begitu, ia menilai bahwa Kepolisian masih butuh penguatan dari personel TNI.
Ia mewanti-wanti agar TNI tidak sembarangan melakukan operasi selama belum ada Perpres. Sebab, hingga kini tidak ada peraturan yang menjadi payung hukum TNI untuk bisa melakukan operasi di Papua.
Lantas, dirinya mengusulkan agar dibuatkan Peraturan Presiden (perpres) agar TNI bisa segera bertindak di Papua.
“Dengan Perpresnya begini, nanti bisa dilihat, oh ya kita operasi teritorial. Dengan Perpres begini, oke kita hanya operasi intelijen, atau dengan Perpresnya seperti apa di dalamnya kita nanti akan melakukan operasi tempur misalnya,” jelas Politisi Fraksi PDIP ini.
Ia pun menilai bahwa keterlibatan TNI tanpa adanya payung hukum berupa Perpres malah memicu masalah baru.
“Begitu. Nanti lagi-lagi dikejar soal HAM, Hak Asasi Manusia,” tutupnya. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post