ASIATODAY.ID, SINGAPURA – Singapura akan mengimpor sekitar 30 persen kebutuhan listriknya dari sumber rendah karbon, seperti pembangkit energi terbarukan, pada 2035. Rencana itu merupakan upaya Singapura untuk mengurangi lebih banyak jejak karbon di sektor ketenagalistrikannya.
Langkah ini akan memungkinkan Singapura, yang tidak memiliki akses ke sebagian besar pilihan energi terbarukan selain surya, untuk memanfaatkan sumber-sumber seperti energi angin dan tenaga air di negara lain.
“Mengimpor energi rendah karbon akan menjadi penggerak utama dalam transisi energi Singapura dalam jangka pendek hingga menengah,” kata Menteri Perdagangan dan Industri Gan Kim Yong pada Senin (25/10) pada pembukaan Pekan Energi Internasional Singapura, dikutip Straitstimes, Selasa (26/10/2021).
Dengan sektor listrik yang menyumbang hampir seperempat dari emisi global, Kata Gan, dekarbonisasi pembangkit listrik adalah inti dari upaya perubahan iklim global.
Gan menambahkan bahwa banyak negara telah berjanji untuk mentransisikan sektor listriknya, mengurangi ketergantungan pada batu bara dan bahan bakar fosil lainnya, dan mengembangkan lebih banyak sumber energi terbarukan.
Namun, transisi energi akan menjadi tantangan dan bahkan berisiko jika transisi tidak dikelola dengan baik, kata Gan, mengutip krisis energi global yang sedang berlangsung yang telah menyebabkan lonjakan harga listrik di Singapura.
Karena gas alam menghasilkan lebih sedikit karbon dioksida saat dibakar, dibandingkan dengan batu bara atau minyak, banyak negara beralih ke bahan bakar ini untuk mengurangi emisi karbon mereka. Hal ini semakin meningkatkan permintaan gas.
Menurut Gan, ketika suatu negara mengganti sebagian besar sumber energi tradisionalnya dengan yang baru dalam waktu singkat, risiko keamanan dan keandalan yang tidak terduga dapat muncul.
“Hal ini terlihat di beberapa pasar energi dimana kelangkaan energi terbarukan dan peningkatan permintaan gas menyebabkan harga listrik naik,” katanya.
Namun Gan mengatakan Singapura tidak akan meninggalkan atau memperlambat transisi energinya. “Nasib planet kita tidak mengizinkan itu,” katanya.
Gan juga mencatat bahwa transisi ke energi terbarukan, termasuk mengimpor listrik, mungkin tidak berarti listrik lebih murah.
“Meskipun biaya pembangkitan mungkin lebih rendah, biaya transmisi dan cadangan, serta peningkatan jaringan yang diperlukan, akan menambah biaya keseluruhan. Ini adalah pertukaran yang tak terhindarkan tetapi perlu dalam transisi energi,” tambahnya.
Singapore International Energy Week adalah konferensi lima hari yang diadakan dalam format fisik dan virtual hibrida, dengan beberapa peserta hadir di Sands Expo and Convention Center di Marina Bay Sands. (ATN)
Discussion about this post