ASIATODAY.ID, SINGAPURA – Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan menyoroti upaya Myanmar untuk mengakhiri krisis sangat lambat dan mengecewakan.
Situasi di Myanmar menjadi salah satu isu yang dibahas pada Pertemuan Khusus Menteri Luar Negeri ASEAN-China di Chongqing, China.
“Kita semua bersatu tentang perlunya penghentian segera kekerasan di Myanmar, tentang perlunya pembebasan tahanan dan untuk negosiasi dan dialog yang berarti terjadi di antara semua pihak,” kata Balakrishnan, Senin (7/6/2021).
“Dan bahkan penunjukan utusan ASEAN hanya masuk akal jika ada keinginan yang tulus di dalam Myanmar sendiri untuk dialog dan negosiasi dan rekonsiliasi yang tulus. Jadi ini masih dalam proses,” imbuhnya.
“Sejujurnya, kami kecewa dengan kemajuan yang lambat, sangat, sangat lambat. Sayangnya, kita tahu bahwa masih ada warga sipil yang terluka atau terbunuh. Tidak ada pembebasan tahanan politik, tidak ada tanda-tanda nyata dari dialog dan negosiasi politik yang berarti. Jadi kita harus menjaga ruang ini”.
Balakrishnan menegaskan, peran utama ASEAN bukanlah untuk ikut campur, karena pada akhirnya, hanya orang-orang di Myanmar yang dapat menentukan masa depannya.
“Tetapi ASEAN siap membantu, mendukung, memfasilitasi mediasi jika memungkinkan, tetapi kami harus menunggu. Mengecewakan tapi jangan putus asa,” katanya.
Pertemuan tingkat tinggi di Chongqing menandai peringatan 30 tahun hubungan ASEAN-China.
Pertemuan itu juga terjadi di tengah ketegangan baru-baru ini di Laut China Selatan. Pada tanggal 31 Mei lalu, pesawat tempur China memasuki ruang udara zona maritim Malaysia dan terbang dalam jarak 60 mil laut dari Sarawak, sebuah langkah yang disebut Malaysia sebagai pelanggaran wilayah udara dan kedaulatannya.
Balakrishnan mengatakan, situasi di Laut China Selatan adalah contoh tantangan dalam hubungan antara China dan ASEAN.
Dia menambahkan, para pejabat telah bekerja dalam beberapa tahun terakhir untuk mencoba membuat kemajuan dalam Kode Etik untuk Laut China Selatan.
Hal itu dimaksudkan untuk diselesaikan pada akhir tahun, tetapi pembicaraan terhenti sejak pandemi Covid-19 melanda tahun lalu.
“Pagi ini para pejabat bertemu … Dan semua ini lagi adalah pekerjaan persiapan untuk apa yang saya harap akan menjadi kemajuan di tahun-tahun mendatang untuk Kode Etik substantif, yang akan meningkatkan stabilitas, keamanan, perdamaian dan kesempatan untuk kemakmuran di seluruh Asia Tenggara, dan di Laut China Selatan antara kami dan China,” katanya. (CNA)
Discussion about this post