ASIATODAY.ID, HONIARA – Situasi di negeri Salmon masih bergejolak.
Tiga jasad ditemukan hangus ditemukan di sebuah gedung yang terbakar di kawasan Pecinan (China Town) di ibu kota Kepulauan Solomon, Honiara.
Ini merupakan kematian pertama yang dilaporkan setelah tiga hari protes kekerasan yang membuat lebih dari 100 orang ditangkap.
Polisi sedang menyelidiki penyebab kematian dan identitas mereka, dan tidak memiliki informasi lebih lanjut untuk diungkapkan pada saat ini, kata petugas media kepolisian Kepulauan Solomon Desmond Rave kepada CNN pada hari Sabtu (27/11/2021).
“Honiara cukup tegang saat ini, tapi kota sudah kembali normal,” kata Rave.
Pasukan keamanan tidak dapat menghentikan kerusuhan di Honiara yang dimulai pada hari Rabu dengan pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Manasseh Sogavare. Aksi penjarahan serta pembakaran gedung dan toko-toko terjadi.
Banyak pengunjuk rasa berasal dari provinsi terpadat Malaita, di mana ada kebencian terhadap pemerintah pusat dan penentangan terhadap keputusan tahun 2019 untuk mengakhiri hubungan diplomatik dengan Taiwan dan membangun hubungan formal dengan China.
Demonstran juga menyerukan pemerintah untuk membatasi hubungan dengan China, menghormati hak penentuan nasib sendiri rakyat Malaita, dan untuk melanjutkan proyek pembangunan di provinsi Malaita.
Lebih dari 100 orang telah ditangkap pada hari Sabtu, menurut polisi, yang mengimbau para perusuh untuk berhenti menjarah dan membakar gedung-gedung. Petugas keamanan memperingatkan penangkapan lebih lanjut jika kerusuhan tidak berhenti.
Untuk memperkuat petugas setempat, pasukan dari Angkatan Pertahanan Australia (ADF) tiba di Honiara pada hari Jumat, Komisaris Tinggi Australia untuk Kepulauan mengkonfirmasi pada hari Sabtu.
Sementara itu, China mengutuk keras kerusuhan yang terjadi di Kepulauan Solomoon. Mereka menegaskan akan memastikan keselamatan warganya di sana.
“China mengutuk kekerasan yang menyebabkan kerusakan parah dengan kerugian harta benda,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, dalam keterangannya Jumat (26/11/2021).
Kerusuhan terjadi karena masyarakat merasa frustasi dengan pemerintah Perdana Menteri Manasseh Sogavare. ‘Permusuhan’ antara penduduk pulau Malaita dengan pemerintah pusat yang berlangsung lama kembali memanas.
Penduduk Malaita telah lama mengeluh bahwa pulau mereka diabaikan oleh pemerintah pusat. Perpecahan meningkat ketika Sogavare tiba-tiba mengalihkan pengakuan diplomatik ke China alih-alih Taiwan pada 2019.
Perebutan pengaruh antara China dan Taiwan di Pasifik telah lama diperjuangkan di pulau-pulau yang memiliki komunitas China kecil.
Kekerasan terbaru di ibu kota Honiara dilaporkan dimulai oleh pengunjuk rasa yang melakukan perjalanan dari Malaita dengan penduduk setempat kemudian bergabung.
Bisnis China diserang perusuh dan penjarah. Pekan ini, sasarannya adalah wilayah Chinatown di ibu kota.
Zho menegaskan, pembentukan hubungan diplomatik antara China dan Kepulauan Solomon sesuai dengan tren zaman.
“Hubungan dengan China merupakan pilihan tepat yang dapat bertahan dalam sejarah,” ujarnya.
Ia menambahkan, sejak diplomatik terjalin, hubungan keduanya memiliki kemajuan luar biasa. Bahkan kerja sama di berbagai bidang mulai membuahkan hasil. (ATN)
Discussion about this post