ASIATODAY.ID, JAKARTA – Perusahaan kedai kopi yang berbasis di Amerika Setikat, Starbucks siap menggarap investasi hijau di Papua. Hal tersebut telah dibuktikan melalui penandatanganan komitmen yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan.
“Rupanya Starbucks sangat berminat investasi hijau di Papua. Banyak produk-produk yang mau dikembangkan. Starbucks, malah sudah tanda tangan,” ujar Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam keterangannya, Sabtu (29/2/2020).
Luhut mengungkapkan, selain Starbucks beberapa perusahaan makanan dan minuman juga berminat untuk melakukan investasi hijau. Salah satu wilayah yang sedang digalakkan untuk investasi hijau yakni Papua dan Papua Barat.
“Mereka mau di Papua dan Papua Barat, jadi jangan lagi tebang hutan dan lainnya,” kata Luhut.
Menurut Luhut, saat ini konsep investasi hijau atau ramah lingkungan tengah dioptimalkan oleh Pemerintah Indonesia. Konsep ini sesuai apabila diterapkan di Papua dan Papua Barat yang memiliki sumber daya alam melimpah.
Konsep investasi hijau dalam tahap awal akan menyasar hasil pertanian dan perikanan di Papua dan Papua Barat yang berpotensi untuk diekspor, serta ekowisata. Komoditas yang siap ditingkatkan dan dikembangkan seperti kakao, kopi arabika, dan pala.
“Kami juga memiliki rumput laut dan kopi Robusta yang tumbuh baik di Papua, serta budaya, lingkungan, laut di Papua yang menawarkan banyak peluang untuk ekowisata,” jelas Luhut.
Luhut berharap, konsep investasi ramah lingkungan yang akan diterapkan di Papua dan Papua Barat bisa memacu pertumbuhan ekonomi di tanah Papua.
“Dengan adanya investasi, masyarakat akan memulai kegiatan ekonomi,” imbuh Luhut.
Untuk mengoptimalkan modal alam yang dimiliki, Luhut menyatakan pemerintah akan menguatkan strategi dalam melindungi, melestarikan, dan mengelola ekosistem Papua dan Papua Barat secara berkelanjutan.
Komitmen pemerintah, ditunjukkan melalui pengembangan prakarsa pembangunan rendah karbon; moratorium konsesi perkebunan kelapa sawit; hingga moratorium konsesi hutan alam primer dan lahan gambut.
“Hutan dan ekosistem Papua dan Papua Barat perlu dijaga agar tetap utuh. Pemerintah akan memberikan kerangka kebijakan sementara pelaku bisnis perlu menyediakan investasi dan dukungan. Kolaborasi ini hanya dapat dilakukan secara efektif jika pemerintah daerah, masyarakat, kelompok adat, bisnis lokal, kelompok agama dan organisasi masyarakat sipil dapat bekerja bersama dan saling mendukung,” papar Luhut.
Menko Luhut menambahkan bahwa Indonesia adalah ‘ibu kota alami dunia’ yang terdiri dari 17.500 pulau yang merupakan rumah bagi hutan hujan terbesar ketiga di dunia. Luas kawasan hutan Indonesia menurutnya tercatat sekitar 125,9 juta hektare (ha) yang merupakan 63,7 persen dari luas daratan Indonesia.
Tak hanya itu, 15 persen dari semua spesies di planet ini dapat ditemukan di Indonesia dan Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati laut paling banyak di dunia.
Menko Luhut juga menjelaskan, potensi Hutan bakau Indonesia mencapai tiga juta hektar yang merupakan sepertiga dari cadangan karbon pesisir global merupakan sebuah potensi yang dapat dikelola dalam rangka berkontribusi terhadap penanganan perubahan iklim dunia.
“Indonesia memiliki wilayah karbon terkaya di dunia, kita memiliki sekitar 75-80 persen karbon kredit dunia,” urai Luhut.
Stok karbon di Indonesia sangat padat dan tak tergantikan. Sekali hilang, kata dia, tidak dapat dipulihkan dalam kerangka waktu cepat dan akan mengurangi anggaran karbon global.
“Hilangnya karbon yang tidak dapat dipulihkan dalam sumber daya alam ini, terutama lahan gambut, hutan bakau dan hutan tropis yang utuh akan mewakili debit permanen pada sisa anggaran karbon global,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post