• About Us
  • Editorial Team
  • Cyber ​​Media Guidelines
  • Karir
  • Kontak
  • id
    • ar
    • zh-CN
    • en
    • fr
    • de
    • id
    • ko
    • no
    • ru
Thursday, November 30, 2023
AsiaToday.id
  • HOME
  • NEWS
  • BUSINESS
  • ENERGI HIJAU
  • TRAVEL
  • EVENT
  • SAINS & LINGKUNGAN
  • KORPORASI
  • FORUM
No Result
View All Result
  • HOME
  • NEWS
  • BUSINESS
  • ENERGI HIJAU
  • TRAVEL
  • EVENT
  • SAINS & LINGKUNGAN
  • KORPORASI
  • FORUM
No Result
View All Result
AsiaToday.id
No Result
View All Result
Home News

Terlilit Utang USD860 Miliar, Negara-negara Miskin Kian Terpuruk

by Redaksi Asiatoday
October 12, 2021
in News
Reading Time: 2 mins read
A A
0
Varian Delta Merusak Stabilitas dan Pemulihan Ekonomi di Asia Pasifik

Markas World Bank. Dok

ASIATODAY.ID, WASHINGTON – World Bank mulai mengkhawatirkan kondisi negar-negara miskin yang kian terpuruk akibat terlilit utang.

Laporan World Bank yang dirilis pada Senin (11/10/2021), menunjukkan bahwa utang negara-negara miskin melonjak hingga 12% pada tahun 2020 dan nilainya telah menyentuh angka USD860 miliar.

Menurut Presiden World Bank, David Malpass, setengah dari negara-negara termiskin di dunia berada dalam kesulitan utang luar negeri atau setidaknya berisiko tinggi.

RelatedPosts

Workers in Indonesia National Strike, 100 Industries Paralyzed

Indonesia, Saudi, Brunei and IALA Agree to Cooperate in the Field of Shipping and Port Connectivity

What’s COP28 and Why is it Important?

Malpass mengatakan tingkat utang yang berkelanjutan diperlukan untuk membantu negara-negara mencapai pemulihan ekonomi dan mengurangi kemiskinan.

“Kita membutuhkan pendekatan yang komprehensif untuk masalah utang, termasuk di antaranya adalah pengurangan utang, restrukturisasi yang lebih cepat dan transparansi yang lebih baik,” kata Malpass dalam laporan World Bank yang dikutip Selasa (12/10/2021).

Laporan World Bank menunjukkan, utang luar negeri negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, jika digabungkan naik 5,3% pada tahun 2020 menjadi USD8,7 triliun. Kondisi ini terjadi semua kawasan.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa arus masuk kreditur multilateral ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah naik menjadi USD117 miliar pada tahun 2020, angka tertinggi dalam satu dekade terakhir.

Sedangkan pinjaman bersih ke negara-negara berpenghasilan rendah naik 25% menjadi USD71 miliar, angka ini juga yang tertinggi dalam satu dekade. Di antara jumlah tersebut, International Monetary Fund (IMF) dan kreditur multilateral lainnya menyediakan USD42 miliar dan kreditor bilateral USD10 miliar.

World Bank menyebut kenaikan utang luar negeri melampaui pendapatan nasional bruto (GNI) dan pertumbuhan ekspor naik lima poin persentase menjadi 42% pada tahun 2020. Sementara itu, rasio utang terhadap ekspor mereka melonjak dari 126% ke 154% pada tahun 2020.

Dengan fakta tersebut, Malpass menekankan bahwa upaya restrukturisasi utang sangat dibutuhkan, terlebih Inisiatif Penangguhan Layanan Utang Kelompok 20 negara (DSSI) akan berakhir tahun ini. DSSI yang selama ini menawarkan penangguhan sementara pembayaran utang dianggap cukup membantu.

Kreditur resmi G20 dan Klub Paris meluncurkan program utang khusus untuk merestrukturisasi situasi utang yang tidak berkelanjutan dan kesenjangan pembiayaan yang berkepanjangan untuk negara-negara yang memenuhi syarat DSSI. Tapi, hanya Ethiopia, Chad dan Zambia yang telah menerapkannya sejauh ini.

Salah satu sistem yang dilihat Malpass dapat dimasukkan sebagai bagian dari restrukturisasi utang Common Framework adalah pembekuan pembayaran utang lebih lanjut. Cara lain juga diperlukan, seperti meningkatkan partisipasi kreditur sektor swasta, yang sejauh ini masih belum mau terlibat.

Menyongsong tahun 2022, World Bank mengatakan akan memperluas laporannya untuk meningkatkan transparansi tentang tingkat utang global.

Di tahun mendatang, World Bank berjanji akan menyediakan data utang luar negeri yang lebih rinci dan tersortir dengan baik.

Melansir Reuters, data yang tersedia saat ini berisi rincian stok utang luar negeri negara peminjam untuk menunjukkan jumlah utang kepada masing-masing kreditur resmi dan swasta, komposisi mata uang utang, dan persyaratan pinjaman yang diperpanjang.

Khusus untuk negara-negara di bawah DSSI, data juga merinci layanan utang yang ditangguhkan pada tahun 2020 oleh masing-masing kreditur bilateral dan proyeksi pembayaran layanan utang bulanan yang terutang kepada mereka hingga tahun 2021. (ATN)

Tags: Utang Luar NegeriWorld BankWorld Bank Group
Previous Post

Malaysia Serukan Konsensus ASEAN untuk Menyikapi AUKUS

Next Post

AS Kalah, China Kini Kuasai Teknologi Artificial Intelligence di Dunia

Next Post
Huawei Dukung Penuh Kebijakan Satu Data Indonesia

AS Kalah, China Kini Kuasai Teknologi Artificial Intelligence di Dunia

Discussion about this post

No Result
View All Result

Terbaru

  • Russian Companies Explore Smart City Investment in IKN Indonesia
  • LNG Project in Masela Block Receives Additional Investment Worth US$ 1 Billion
  • COP28 Summit: Indonesia Emphasizes Global Collaboration to Overcome Climate Change
  • Workers in Indonesia National Strike, 100 Industries Paralyzed
  • Indonesia, Saudi, Brunei and IALA Agree to Cooperate in the Field of Shipping and Port Connectivity
  • About Us
  • Editorial Team
  • Cyber ​​Media Guidelines
  • Karir
  • Kontak

© 2022 Asiatoday.id - Asiatoday Network.

No Result
View All Result
  • HOME
  • NEWS
  • BUSINESS
  • ENERGI HIJAU
  • TRAVEL
  • EVENT
  • SAINS & LINGKUNGAN
  • KORPORASI
  • FORUM

© 2022 Asiatoday.id - Asiatoday Network.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist