ASIATODAY.ID, JAKARTA – Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menunjuk Zulkifli Zaini sebagai Direktur Utama PLN membawa semangat baru dalam perubahan tata kelola pembangkit listrik di Indonesia.
Meski latar belakangnya sebagai bankir sempat mendapat sorotan tajam dari sejumlah anggota Komisi VII DPR, namun Zulkifli menegaskan, ia hadir memimpin PLN dengan membawa pikiran dan semangat baru.
Zulkifli membeberkan, sebagai terobosan awal, dalam dua tahun kedepan PLN akan memaksimalkan program gasifikasi pembangkit listrik.
Langkah ini diyakini akan mengurangi konsumsi solar sebesar 1,6 juta kiloliter (KL) per tahun. Dengan begitu, maka secara matematik perusahaan bisa menekan biaya operasional hingga Rp4 triliun.
Menurut Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini, kalkulasi tersebut dirumuskan dengan bersandar pada hasil identifikasi sejumlah pembangkit listrik yang bahan bakar solarnya bisa dikonversi ke gas. Setidaknya ada lima wilayah yang masuk dalam program gasifikasi pembangkitan tersebut, diantaranya Sumatera, Kalimantan, Bali Nusra, Sulawesi, dan Papua.
“Dengan program ini, akan ada penurunan konsumsi BBM dari 2,6 juta kl ke 1,6 juta kl sehingga akan mengurangi biaya operasi, sekitar Rp4 triliun,” jelas Zulkifli di forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (28/01/2020).
Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2019 hingga 2028, proyeksi kebutuhan LNG cenderung mengalami peningkatan setiap tahun. Tahun ini, proyeksi kebutuhan LNG sebesar 221 triliun british thermal unit (TBTU).
Kebutuhan LNG diproyeksi akan menurun menjadi 215 TBTU pada 2021. Namun, setelahnya proyeksi kebutuhan terus meningkat yakni 2022 229 TBTU, 2023 264 TBTU, 2024 275 TBTU, 2025 316 TBTU, 2026 354 TBTU, 2027 389 TBTU, dan 2028 417 TBTU.
Kebutuhan solar diproyeksi terus menurun, dari 1,8 juta KL pada 2020 menjadi 1 juta KL di 2021, 403 ribu KL di 2022, 408 ribu KL pada 2023, dan terendah pada 2024 sebesar 330 ribu KL.
Namun, setelahnya proyeksi kebutuhan solar justru meningkat menjadi 369 ribu KL pada 2025. Proyeksi kebutuhan tertinggi terjadi pada 2028 sebesar 446 ribu KL.
Adapun program gasifikasi pembangkitan diatur dalam Keputusan Menteri ESDM No. 13/2020 tentang Penugasan Pelaksanaan Penyediaan Pasokan dan Pembangunan Infrastruktur LNG, Serta Konversi Penggunaan BBM dengan LNG Dalam Penyediaan Tenaga Listrik.
Beleid tersebut mengatur konversi 52 pembangkit listrik ke gas dengan kapasitas total 1.697 MW. Nantinya, PLN mendapatkan kepastian pasokan LNG sebesar 166,98 miliar British thermal unit per hari (BBTUD).
Dalam beleid ini, disebutkan enam poin penting untuk mengawal pembangunan infrastruktur dan gasifikasi pembangkit PLN. Mulai dari penugasan kepada Pertamina untuk memasok dan membangun infrastruktur LNG guna pengoperasian 52 pembangkit PLN tersebut.
Selain itu, Pertamina diminta menyelesaikan pembangunan infrastruktur sementara PLN menyelesaikan kegiatan gasifikasi pembangkit dalam jangka waktu paling lambat 2 tahun sejak Kepmen ditetapkan.
Kendati demikian, jika nantinya ada perubahan jadwal, Pertamina dan PLN perlu membuat kesepakatan terkait target penyelesaian pembangkit listrik, volume kebutuhan LNG, yang dilaporkan ke Kementerian ESDM. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post