ASIATODAY.ID, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, Arifin Tasrif memulai Kick-off Keketuaan Indonesia di ASEAN untuk sektor energi, di Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Sektor energi menjadi salah satu bagian dari pilar Sustainability, yang menyokong Keketuaan Indonesia di ASEAN bersama dua pilar lainnya yakni Recovery and Rebuilding dan Digital Economy.
Menurut Arifin, energi berkelanjutan menjadi prioritas dalam Keketuaan Indonesia di ASEAN tersebut.
“Tahun ini Indonesia memegang keketuaan ASEAN dengan tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”, dengan 3 pilar yaitu Recovery and Rebuilding, Digital Economy dan Sustainability dan Indonesia akan memprioritaskan ketahanan energi berkelanjutan melalui pengembangan interkonektivitas pada ASEAN Power Grid dan Trans ASEAN Gas Pipeline untuk mempercepat transisi energi di Asia Tenggara,” ujar Arifin.
Kawasan ASEAN lanjut Arifin, memiliki sumber Energi Baru dan Terbarukan (EBT) lebih dari 17.000 GW untuk mencapai target percepatan transisi energi.
Untuk target jangka pendek, Arifin mengatakan porsi EBT pada bauran energi ditargetkan mencapai 23%, dan porsi EBT pada kapasitas pembangkit sebesar 35% di tahun 2025 sesuai ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC).
Untuk target jangka menengah, ia menuturkan Nationally Determined Contributions (NDCs) tahun 2030 diharapkan sesuai target penurunan emisi Gas Rumah Kaca masing-masing negara ASEAN.
Sedangkan target jangka panjangnya adalah tercapainya Net Zero Emission (NZE) sekitar tahun 2050.
Arifin mendorong seluruh anggota ASEAN untuk mendeklarasikan target NZE pada ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) ke-41 pada Agustus 2023.
“Komitmen bersama ini akan menjadi dasar roadmap NZE ASEAN yang dapat digunakan sebagai rencana aksi transisi energi yang adil, terjangkau, andal dan berkelanjutan dengan prinsip “no one left behind” sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial serta prioritas masing-masing negara ASEAN,” Arifin menyampaikan.
Untuk mencapai target-target tersebut, Arifin mengatakan perlunya ada kerja sama dan kolaborasi yang kuat antarnegara ASEAN untuk peningkatan pemanfaatan energi baru dan terbarukan secara masif, pengembangan teknologi bersih, pembangunan rantai pasok regional yang berkelanjutan, serta percepatan transfer teknologi, pengetahuan, dan keahlian antarnegara ASEAN.
Tak hanya itu, dukungan pendanaan dari negara maju dan institusi finansial global seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Asia Zero Emission Community (AZEC) menurut Arifin juga diperlukan.
“Berdasarkan laporan International Renewable Energy Agnecy (IRENA), ASEAN membutuhkan pembiayaan sebesar US$29,4 triliun pada tahun 2050 untuk pelaksanaan transisi energi dengan 100% EBT,” ungkap Arifin.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman P. Hutajulu selaku Senior Official on Energy (SOE) Leader Indonesia menyampaikan bahwa ASEAN Event Series perdana akan dilaksanakan pada Rabu, 5 April 2023, di Hotel Shangri-La, Jakarta.
Agenda pada kegiatan tersebut adalah terkait persiapan yang dibutuhkan untuk memperluas cakupan kesepakatan jual beli listrik antarnegara dalam skema ASEAN Power Grid (APG).
“Kegiatan ini akan menjadi titik awal pelaksanaan Priority Economy Deliverables dan Annual Priorities Keketuaan ASEAN 2023,” ujarnya.
Kick-off Keketuaan ASEAN 2023 untuk sektor energi dihadiri oleh unit-unit pada Kementerian ESDM dan perwakilan organisasi internasional. Kegiatan ini diisi dengan panel diskusi bertajuk “Sustainable Energy Security through Interconnectivity” dengan narasumber dari Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Energy Transition Partnership (ETP), dan Centre for Policy Development (CPD).
Percepat Transisi Energi Terbarukan di ASEAN
Sementara itu, pada forum terpisah di Bali, sebagai bagian dari perhelatan ASEAN Finance Ministers’ and Central Bank Governors’ Meeting 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia juga membahas mengenai transisi kegiatan ekonomi dan instrumen keuangan yang berkelanjutan.
Kawasan ASEAN merupakan salah satu kawasan yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim yang diperkirakan akan berdampak pada perekonomian negara-negara anggotanya.
Sebagai bentuk komitmen regional dalam mendukung ASEAN yang berkelanjutan, Taksonomi ASEAN yang Berkelanjutan (ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance/ATSF) telah diperbaharui dan diterbitkan pada 27 Maret 2023, dengan berfokus pada Sektor Energi, salah satu sektor dari 6 fokus sektor pada ATSF. Pembaharuan ini menunjukkan komitmen ASEAN dalam mewujudkan ekonomi rendah karbon.
Dengan fokus pada Sektor Energi, ekonomi regional dan global dapat melihat bagaimana ATSF menarik investasi berkelanjutan, dan bagaimana taksonomi ASEAN yang dikembangkan untuk membiayai transisi merupakan salah satu arah kebijakan menuju transisi bertahap dari bahan bakar fosil menuju sumber energi terbarukan.
Mandat Keketuaan Indonesia dalam ASEAN dengan tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth” menjadi peluang Indonesia untuk menciptakan panduan pembangunan ekonomi berkelanjutan di level global.
ASEAN juga telah terbukti sebagai kawasan yang stabil dan tangguh yang dapat menunjukkan kemajuan dalam integrasi keuangan. Taksonomi ASEAN adalah contoh nyata bagaimana anggota ASEAN memastikan kawasan ini tetap menarik bagi investor.
Ada tiga isu penting dan relevan yang menjadi pembahasan utama dalam Taksonomi ASEAN Versi 2 yakni mekanisme transisi energi terbarukan yang menjadi roda pertumbuhan ekonomi ke depan; dukungan pembiayaan transisi berkelanjutan yang bermanfaat bagi seluruh negara anggota ASEAN; dan prinsip adil dan terjangkau yang wajib mendasari mekanisme transisi energi hijau.
“Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN berkomitmen untuk mengurangi emisi CO2. Pemerintah Indonesia juga sudah memperkuat Nationally Determined Contribution (NDC) dari 29% menjadi 31,8% jika menggunakan sumber pendanaan domestik. Dengan upaya dan dukungan global, Indonesia mampu meningkatkan pengurangan CO2 dari 41% menjadi 43,2%. Dalam melaksanakan NDC ini, salah satu aspek yang paling penting adalah transisi energi. Saya mengapresiasi jajaran Otoritas Jasa Keuangan yang memberikan kerangka mengenai bagaimana taksonomi Indonesia untuk mobilisasi berbagai pendanaan dari sektor swasta, terutama untuk pendanaan berkelanjutan dan juga untuk mekanisme transisi energi,” kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyampaikan bahwa OJK berkomitmen untuk mendorong pelaksanaan transisi energi terbarukan di ASEAN.
“OJK senantiasa aktif menyampaikan pentingnya untuk terus mendukung transisi energi secara bertahap, khususnya penghentian secara bertahap pembangkit listrik tenaga uap batu bara (coal phase-out) dan secara bersamaan memastikan pertumbuhan sosial dan ekonomi ASEAN tidak dikesampingkan.
OJK dan Kementerian Keuangan telah melakukan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait dalam menyampaikan pandangan Indonesia dalam setiap pertemuan ASEAN Taxonomy Board” kata Mahendra.
Lebih lanjut Mahendra juga menyampaikan bahwa upaya yang telah dilakukan selama ini telah mendapat dukungan dari lembaga jasa keuangan baik nasional maupun asing, berupa kesediaan dan kesiapan untuk mendukung pendanaan program penghentian secara bertahap proyek dengan bahan bakar fosil.
Mahendra juga mengundang negara anggota ASEAN untuk mendukung ATSF Versi 2 dengan menjadikannya sebagai rujukan dalam pengembangan Taksonomi Nasional, yang dapat menarik berbagai investasi dari dalam dan luar negeri serta dapat mendukung pembangunan berkelanjutan di ASEAN.
Indonesia dan ASEAN harus dapat menjadi contoh dalam penerjemahan komitmen keuangan berkelanjutan menjadi aksi, proyek dan benefit yang nyata bagi aspek sosial, lingkungan dan bisnis.
Komitmen Indonesia dalam mewujudkan keuangan yang berkelanjutan bersama negara anggota ASEAN lainnya sudah dimulai sejak dibentuknya ASEAN Taxonomy Board (ATB) pada Maret 2021 dan diterbitkannya ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance Versi 1 (ATSF v1) pada November 2021 dalam rangkaian COP 26.
ATSF merupakan pedoman yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan aktivitas ekonomi dan proyek-proyek berkelanjutan. Taksonomi ini ditujukan untuk fasilitasi transisi dengan mempertimbangkan keragaman dalam pembangunan ekonomi, sektor keuangan, dan infrastruktur di berbagai ASEAN Member States (AMS). (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post