ASIATODAY.ID, NEW YORK – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah meloloskan sebuah resolusi yang mengecam pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Rohingya dan etnis minoritas lainnya di Myanmar. Resolusi juga mendesak Myanmar untuk menghentikan hasutan kebencian terhadap sejumlah etnis minoritas, termasuk Rohingya.
Ribuan Rohingya tewas dibunuh dan lebih dari 700 ribu dari mereka melarikan diri ke Bangladesh dalam operasi militer Myanmar di Rakhine pada 2017. Myanmar berkukuh operasi kala itu dilakukan untuk membasmi ancaman ekstremisme.
Belum lama ini di Mahkamah Peradilan Internasional (ICJ), pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi menolak tudingan telah terjadinya genosida terhadap Rohingya.
Melansir BBC, Sabtu (28/12/2019), resolusi terbaru PBB yang diloloskan pada Jumat 27 Desember mengekspresikan kekhawatiran mengenai gelombang eksodus Rohingya dari Myanmar ke Bangladesh dalam empat dekade terakhir.
Disebutkan dalam resolusi bahwa eksodus berlangsung “usai terjadinya kekejaman yang dilakukan aparat keamanan dan pasukan bersenjata Myanmar.” Resolusi menyoroti temuan dari sebuah tim independen internasional mengenai pelanggaran HAM dan penyiksaan yang dialami Rohingya serta etnis minoritas lainnya oleh pasukan keamanan Myanmar.
Melalui resolusi terbaru, PBB menyerukan Myanmar untuk melindungi semua grup minoritas dan memastikan adanya keadilan bagi seluruh pelanggaran HAM. Resolusi ini diloloskan lewat dukungan dari 134 negara, dengan 9 menentang dan 28 abstain.
Meski tidak mengikat secara hukum, resolusi Majelis Umum PBB ini dapat merefleksikan opini dunia.
Duta Besar Myanmar untuk PBB, Hau Do Suan, menilai resolusi ini sebagai “contoh klasik dari standar ganda serta penerapan norma-norma HAM yang selektif dan diskriminatif.”
Ia menyebut resolusi ini didesain untuk memberikan “tekanan politik” terhadap Myanmar, dan bukan untuk mencari solusi dari “situasi kompleks di Rakhine State.”
Gambia, negara kecil di Afrika Barat, membawa kasus Rohingya ke ICJ mewakili sejumlah negara mayoritas Muslim lainnya. Saat berada di ICJ, Suu Kyi menyebut kasus yang dibawa Gambia ini “tidak lengkap dan keliru.”
Suu Kyi menyebut masalah di Rakhine, tempat tinggal ratusan ribu hingga jutaan Rohingya, sudah ada sejak berabad-abad lalu. Ia mengatakan kekerasan di Rakhine merupakan “konflik bersenjata internal” yang dipicu serangan kelompok militan Rohingya terhadap pos keamanan Myanmar.
Peraih Nobel Perdamaian itu mengakui bahwa militer Myanmar mungkin bertindak berlebihan dalam menjalankan operasi di Rakhine. Namun ia menegaskan bahwa prajurit Myanmar yang terbukti melakukan kejahatan perang akan diseret ke hadapan hukum dan diadili. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post